REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan Indonesia (HIMKI) menyambut baik niat pemerintah yang akan menghapus Sistem Verifikasi dan Legalitas Kayu (SVLK). SVLK dinilai menjadi penghambat ekspor produk mebel dan kayu olahan.
Wakil Ketua HIMKI Abdul Sobur mengatakan, sejak emapt tahun terakhir pihaknya telah mengusulkan SVLK dihapus. Hal itu karena mandatori yang ada telah menghambat ekspor mebel di kancah global, khususnya ke Uni Eropa.
“Kami menyambut baik upaya penghapusan SVLK ini, karena ekspor kita turun karena itu. Adanya SVLK seperti merantai kaki kita, kita seperti menghalang-halangi produk kita ke pasar,” ujarnya saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (11/9).
Menurut dia, tanpa SVLK produk kerajinan Indonesia dapat melenggang masuk ke pasar-pasar premium. Dia mencontohkan, beberapa negara produsen mebel dan produk kayu olahan mampu masuk ke pasar-pasar premium tanpa SVLK seperti Cina, Vietnam, hingga Malaysia.
Berdasarkan catatan HIMKI, realisasi ekspor mebel dan produk kayu olahan negara-negara produsen lainnya sangat tinggi. Tercatat, ekspor Cina pada 2018 menembus 80 miliar dolar AS, Vietnam 10,5 miliar dolar AS, dan Malaysia sebesar 2,5 miliar dolar AS.
Menurutnya, saat ini untuk mencapai target ekspor mebel sebesar 5 miliar dolar AS sebagaimana yang dicanangkan Presiden Joko Widodo, dibutuhkan dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK) untuk membantu dalam pemenuhan bahan baku kayu dengan jumlah 15 juta-17 juta meter kubik per tahun. Selain itu dibutuhkan juga sekitar 37,5-42,5 juta meter kubik log per tahun.
Adapun jenis tanaman untuk kebutuhan kayu perkakas dengan density di atas 550 atau standar berlaku antara lain kayu mahoni, jati, mindi, sungkai, nyatoh, dan eucalyptus grandis. Untuk itu dia meminta kepada pemerintah untuk menjawab kebutuhan bahan baku sesuai dengan target yang dicanangkan.
Selain itu, seluruh kebutuhan bahan baku terutama kayu dan rotan bagi industri mebel diminta tercukupi dalam jangka pendek, menengah, dan panjang. Hal itu, kata dia, sesuai dengan Undang-Undang Industri Nomor 3 Pasal 32 Tahun 2014 tentang Konsep Hilirisasi.
“Makanya kami minta, hapus SVLK karena tidak seusi dengan pertumbuhan industri berbasis kayu di hilir,” ujarnya.