REPUBLIKA.CO.ID, TEL AVIV -- Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berencana menganeksasi Lembah Yordan dan Laut Mati utara. Hal itu akan dilakukan jika partainya, yakni Likud Party, memenangkan pemilu Israel pada 17 September mendatang.
"Hari ini saya mengumumkan niat saya, setelah pembentukan pemerintah baru, untuk menerapkan kedaulatan Israel ke Lembah Yordan dan Laut Mati utara," kata Netanyahu dalam pidato yang disiarkan televisi Israel pada Selasa (10/9) malam waktu setempat.
Oleh sebab itu, dia meminta dukungan kepada segenap warga Israel untuk mewujudkan rencananya. "Segera setelah pemilu, jika saya menerima mandat yang jelas untuk melakukannya dari kalian, warga Israel," ujarnya.
Netanyahu pun menegaskan kembali janjinya untuk mencaplok semua permukiman yang telah dibangun Israel di Tepi Barat yang diduduki. Namun, langkah yang lebih luas bisa memakan waktu lebih lama serta membutuhkan koordinasi maksimal dengan Amerika Serikat (AS) selaku sekutu dekat Israel.
"Karena menghormati Presiden (AS Donald) Trump dan sangat percaya pada persahabatan kami, saya akan menunggu penerapan kedaulatan (terhadap permukiman Israel di Tepi Barat) sampai dirilisnya rencana politik presiden," kata Netanyahu merujuk pada rencana perdamaian Israel-Palestina yang digagas Washington.
Menurut Netanyahu, rencana perdamaian AS untuk konflik Israel-Palestina kemungkinan akan dirilis tak lama setelah pemilu di negaranya tuntas. Hal itu memang pernah diungkapkan para pejabat AS sebelumnya.
Rencana Netanyahu mencaplok Lembah Yordan dan Laut Mati utara telah memantik kemarahan negara-negara Arab. Dalam pertemuan yang dihelat di Kairo, Mesir, pada Rabu (11/9), para menteri luar negeri negara anggota Liga Arab sepakat bahwa rencana Netanyahu merupakan perkembangan berbahaya dan agresi baru Israel untuk melanggar hukum internasional.
"Liga Arab menganggap pernyataan-pernyataan ini merongrong peluang kemajuan dalam proses perdamaian (dengan Palestina) dan akan menghancurkan seluruh fondasinya," kata para menteri luar negeri negara anggota Liga Arab dalam sebuah pernyataan bersama, dikutip laman Haaretz.
Arab Saudi pun mengecam rencana Netanyahu. "Kerajaan (Saudi) mengutuk dan menolak deklarasi ini," kata Saudi dalam sebuah pernyataan yang dilaporkan Saudi Press Agency, dikutip laman kantor berita Palestina, WAFA.
Yordania pun turut mengutuk rencana pencaplokan Lembah Yordan dan Laut Mati utara. “Kami mengutuk pengumuman oleh PM Israel bahwa ia bermaksud untuk mencaplok pemukiman ilegal dan Lembah Yordan di Tepi Barat yang diduduki. Ini adalah eskalasi serius yang merusak semua upaya perdamaian," kata Menteri Luar Negeri Yordania Ayman Safadi melalui akun Twitter pribadinya.
Israel sebenarnya telah menghelat pemilu pada April lalu. Partai Netanyahu, yakni Likud Party, keluar sebagai pemenang. Kemenangan tersebut memastikan bahwa jabatan perdana menteri Israel masih akan diemban Netanyahu.
Namun, Netanyahu gagal membentuk kabinetnya sesuai dengan tenggat waktu yang telah ditentukan. Dia akhirnya memutuskan membubarkan parlemen agar jabatan perdana menteri tidak direbut oposisi. Namun, konsekuensi keputusan itu adalah Israel harus menggelar pemilu ulang.
Saat ini terdapat lebih dari 100 permukiman ilegal Israel di Tepi Barat. Permukiman itu dihuni sekitar 650 ribu warga Yahudi Israel. Masifnya pembangunan permukiman ilegal, termasuk di Yerusalem Timur, dinilai menjadi penghambat terbesar untuk mewujudkan solusi dua negara antara Israel dan Palestina.