Jumat 13 Sep 2019 09:19 WIB

Mengenal Fariduddin Attar, Pewangi Para Penyair

Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda.

Ilustrasi Ilmuwan Muslim Penyair
Foto: Mgrol120
Ilustrasi Ilmuwan Muslim Penyair

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bait demi bait puisi sufistik yang dirangkainya begitu melegenda. Sosok dan karya sastra yang ditorehkannya telah menjadi inspirasi bagi para pujangga di tanah Persia, salah satunya penyair termashur sekelas Jalaluddin Rumi. Penyair sufi legendaris yang masih berpengaruh hingga abad ke-21 itu dikenal dengan nama pena Fariduddin Attar, si penyebar wangi yang dalam bahasa Persia disebut Attar.

Nama lengkapnya adalah Abu Hamid bin Abu Bakr Ibrahim. Jejak hidupnya tak terlalu banyak terungkap. Syahdan, Attar terlahir di Nishapur, sebelah barat laut Persia. Ia dijuluki dengan nama Attar lantaran profesinya sebagai seorang ahli farmasi. Attar adalah seorang anak ahli farmasi di kota Nishapur yang terbilang cukup kaya.

Attar muda menimba ilmu kedokteran, bahasa Arab dan teosofi di sebuah madrasah (perguruan tinggi) yang terletak di sekitar tempat suci Imam Reza di Mashhad. Menurut catatan yang tertera pada buku yang ditulisnya Mosibat Nameh (Buku Penderitaan), pada saat remaja dia bekerja di toko obat atau apotek milik sang ayah. Attar bertugas untuk meracik obat dan mengurus pasien.

Ia lalu mewarisi toko obat itu, setelah sang ayah wafat. Setiap hari Attar harus berhadapan dan melayani pasien yang berasal dari kaum tak berpunya. Suatu hari seorang fakir berpakaian jubah singgah ke apoteknya. Konon, si fakir itu lalu menangis begitu menghirup aroma wewangian yang menebar di apotek milik Attar.

Menduga si fakir akan meminta-minta, Attar pun mencoba mengusirnya. Namun, si fakir berkukuh tak mau pergi dari tempat usaha Attar. Lalu si fakir berkata pada Attar, ''Tak sulit bagiku untuk meninggalkan apotekmu ini dan mengucapkan selamat tinggal kepada dunia yang bobrok ini. Yang melekat di badanku hanyalah jubah yang lusuh ini. Aku justru merasa kasihan kepadamu, bagaimana kamu meninggalkan dunia ini dengan harta yang kamu miliki.''

Sesaat setelah melontarkan kata-kata yang menghujam di hati Attar, si fakir itu lalu meninggal dunia di depan kios obat. Pertemuannya dengan si fakir kemudian mengubah garis kehidupannya. Ia memutuskan menutup kios obatnya dan memilih berkelana mencari guru-guru sufi. Yang dicarinya hanya satu, yakni hakikat kehidupan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement