REPUBLIKA.CO.ID, PALEMBANG -- Aktivis Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (Walhi) Sumatera Selatan mendata terjadi peningkatan titik panas (hotspot) di lahan perusahaan atau pemegang lahan konsesi korporasi perkebunan, tambang, dan hutan tanaman industri.
"Titik panas berpotensi menjadi titik api atau kebakaran hutan dan lahan di wilayah konsesi korporasi cenderung meningkat, bahkan pada awal September 2019 ini kebakaran lahan gambut kembali memuncak yang memerlukan penanganan serius," kata Direktur Eksekutif Walhi Sumsel M Hairul Sobri, di Palembang, Jumat (13/9).
Peningkatan kebakaran hutan dan lahan (karhutla) akhir-akhir ini disebabkan oleh faktor musim kemarau yang masih panjang dan rusaknya kawasan gambut dampak pemberian izin konsesi skala besar. Berdasarkan data yang diolah Walhi Sumsel dari citra satelit terdapat peningkatan hotspot signifikan dalam wilayah izin konsesi korporasi dari bulan Juli 2019. Pada Juli tercatat 42 titik panas/hotspot, kemudian Agustus naik dengan cepat menjadi 203 hotspot, lebih parahnya lagi pada pekan pertama September 2019 mencapai angka yang begitu besar yakni 117 hotspot.
Titik panas itu menyebar hampir di seluruh lokasi konsesi korporasi namun terbanyak berada di wilayah Kabupaten Musi Banyuasin, Ogan Komering Ilir, Penukal Abab Lematang Ilir (Pali), dan Kabupaten Muaraenim. Melihat fakta tersebut, pihaknya meminta perusahaan menjaga lahannya dari kebakaran dan aparat penegak hukum serta instansi berwenang melakukan penindakan tegas terhadap perusahaan yang lalai menjaga lahannya dari kebakaran yang kini menyebabkan bencana kabut asap di wilayah Sumsel dan sekitarnya.