REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah Kota (Pemkot) Denpasar, Bali, memiliki cara unik menyadarkan masyarakatnya memproduksi sampah. Melalui Peraturan Wali Kota (Perwako) Denpasar Nomor 36 Tahun 2018 tentang Pengurangan Penggunaan Kantong Plastik, Denpasar mampu mengurangi produksi sampah plastik di daerahnya.
“Ini bukan mengajarkan masyarakat jadi pemulung, saya memiliki istilah Sidarling, yakni sistem sadar lingkungan,” kata Kepala Dinas Kebersihan dan Pertamanan Kota Denpasar I Ketut Wisada dalam acara diskusi PRAISE dan McKinsey.org di Jakarta Pusat, Kamis (12/9).
Ketut mengatakan, Pemkot Denpasar mewajibkan masyarakatnya menjadi nasabah bank sampah, terutama pelajar SD dan SMP. Bahkan, pemerintah memiliki reward dan punishment kepada pelajar dan masyarakat.
Untuk pelajar, Ketut menjelaskan, reward bisa berupa pemberian beasiswa atau poin yang mendukung kegiatan pendidikan dalam bentuk kartu. Terdapat tiga tingkatan kartu yang bisa dimiliki pelajar, yakni gold, platinum, dan silver. Tiap-tiap kartu memiliki keuntungan dan manfaat, misalnya, kartu gold memberi diskon belanja 10-20 persen di toko tertentu, silver membuat pelajar bisa naik bus gratis, platinum memberi beasiswa.
“Respons pemerintah harus diberikan pada masyarakat yang peduli dan tak peduli pada lingkungan,” ujar Ketut
Sementara itu, dia mengatakan, punishment berupa menghentikan pemberian layanan, seperti PDAM atau pengurangan daya listrik PLN. “Masyarakat yang tak sadar lingkungan, kita kurangi. Yang sudah peduli lingkungan, mendapat insentif dan mendapat prioritas layanan,” kata Ketut.
Dia mengatakan, kebijakan tersebut merupakan salah satu langkah dan upaya membuat Denpasar menjadi kedas (bersih). Pun, Ketut mewajibkan ASN/PNS di lingkungan pemerintahaannya membawa tumblr. Dia mengaku tak segan-segan memberi hukuman pada PNS/ASN yang bandel berupa pengurangan gaji atau pangkat. Upaya mengatur penggunaan plastik di mall dan supermarket juga mampu mengurangi sampah sampai 99,6 persen.
Saat ini, dia mengatakan pemerintah kota tengah fokus mengupayakan pengurangan penggunaan kresek di pasar tradisional. Sebab, kebijakan Perwako Nomor 36 Tahun 2018 baru mampu mengurangi 54 persen sampah plastik di pasar tradisional.
“Bagi supermarket yang tak laksanakan Perwako itu, jangan harap di depannya bisa berusaha lagi, karena izinnya di kami, kami tak akan sign up,” ujar Ketut.