REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Pemuda dan Olahraga (Kemenpora) dan Pengurus Besar Federasi Karate-Do Indonesia (PB FORKI) diminta untuk bersikap adil dalam sengketa organisasi yang membelit Pengurus Besar Lembaga Karate-Do Indonesia (PB Lemkari). Ketua Umum PB Lemkari Jeannie Z Monoarfa mengatakan, secara hukum dan organisasi kedua kubu yang tengah berselisih masih memiliki kedudukan yang sama.
"Sampai dengan saat ini belum ada keputusan final (inkrah) dari lembaga peradilan yang menangani dualisme Lemkari yang menyatakan salah satu pihak sebagai pemegang mandat yang sah," ujarnya di Jakarta, Jumat (13/9).
Dia mengatakan, dualisme kepengurusan di PB Lemkari bermula dari Kongres Lemkari di Ancol Jakarta pada 20 Februari 2016. Kongres yang memilih Ketua Umum PB Lemkari Yuddy Chrisnandi tersebut dinilai tidak sah karena selain tidak kuorum juga sarat dengan ketidaksepakatan.
Persoalan semakin meruncing karena dalam perjalanannya Yuddy bersama kepengurusannya secara sepihak merubah AD/ART tanpa sepengetahuan pendiri Lemkari berdasarkan akta notaris yang dibuat pada 1970 yaitu Anton Lesiangi. Menurut dia, Yuddy juga diduga melakukan pelanggaran lain yaitu memutihkan sabuk hitam yang pernah dipecat oleh Anton Lesiangi dan mendirikan Perkumpulan Karate-Do Indonesia dengan tetap menggunakan akronim Lemkari.
Singkat cerita, kata dia, berdasarkan kewenangannya sebagaimana tercantum dalam akta pendirian Anton Lesiangi kemudian memutuskan membekukan kepengurusan Ketua Umum Yuddy Chrisnandi dan membentuk Care Taker hingga diadakan Munaslub Lemkari di Sidoarjo Jawa Timur pada 6 Agustus 2017.
Meski telah diturunkan dari jabatan Ketua Umum Lemkari, Yuddy masih tetap mengklaim sebagai kepengurusan yang sah. Bahkan, kata dia, Yuddy melayangkan gugatan secara organisatoris ke Pengadilan Negeri dan secara hukum ke Kemenkumham untuk mencabut SK pendiri Lemkari atas nama Anton Lesiangi.
Perkembangan terbaru kedua kubu sama-sama mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. "PB FORKI yang merupakan induk dari perguruan-perguruan yang menjadi anggotanya seharusnya bijak dan adil dalam menyikapi persoalan organisasi yang terjadi di Lemkari. Jangan diskriminatif dan berpihak kepada salah satu pihak. Karena kalau berpihak berarti PB FORKI sudah melanggar AD/ART nya sendiri," kata Jeannie.
Atlet-atlet karate PB Lemkari.
Dia meminta aturan PB PFORKI ditegakkan. Dia telah melaporkan dan memberitahukan pembekuan kepengurusan Ketua Umum Yuddy Chrisnandi. "Kami juga melaporkan pelaksanaan Munaslub di Sidoarjo. Terkait persoalan organisasi yang terjadi di Lemkari saat ini pada 16 Juni 2019 kami sudah mengirimkan surat ke PB FORKI yang isinya meminta audiensi guna mencari solusi. Tetapi belum ada respons dan jawaban sama sekali ," tambahnya.
Diskriminasi Jeannie menyatakan, dugaan PB FORKI terkesan memihak kepada kubu Yuddy Chrisnandi bukan tanpa dasar. Fakta terbaru, para atlet binaannya ditolak saat hendak mendaftar sebagai peserta kejuaraan karate tingkat nasional Panglima Cup 2019.
"Sekarang atlet-atlet kita yang mau ikut Panglima Cup ditolak. Yang diterima atlet-atlet dari pihak Yuddy. Kita belum tahu alasan resminya. Kasihan atlet. Mereka datang dari jauh loh, ada yang dari Kalimantan Selatan, Jawa Barat, Jawa Timur dan Nusa Tenggara Barat. Mendatangkan mereka kan perlu biaya. Belum lagi betapa kecewanya mereka karena tidak bisa bertanding," tutur Jeannie.
Para atlet pun dipastikan tidak bisa ikut Panglima Cup karena pendaftaran sudah ditutup Rabu (11/9) lalu. Jeannie menyesalkan sikap Panitia Penyelenggara yang telah berlaku diskriminatif kepada atlet. "Yang bersengketa kan elite pengurus. Jangan mengorbankan atlet. Tujuan kita kan membina atlet," ujarnya.
Meski sangat kecewa, namun Jeannie berharap PB FORKI dapat bersikap bijak dan tegas dalam menyikapi persoalan organisasi yang membelit Lemkari. "Sebagai payung dari perguruan karate PB FORKI harus bijak. Kalau mau di-banned, banned dua-duanya. Kalau mau diterima, terima dua-duanya," tegasnya.