REPUBLIKA.CO.ID, SURABAYA -- Kepala Kepolisian Daerah Jawa Timur Irjen Pol Luki Hermawan mengaku pihaknya telah melakukan pendekatan persuasif agar Veronica Koman mau memenuhi penggilan pemeriksaan kedua sebagai tersangka. Veronica merupakan salah satu tersangka dalam insiden di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan nomor 10, Surabaya, pada 16 Agustus 2019.
"Kami sudah melakukan pendekatan secara persuasif. Tiga kali mendatangkan penyidik ke rumah orang tuanya. Kemarin Wakapolda (Jatim) juga sudah ke Konjen Australia di Surabaya. Karena suaminya warga negara Australia," kata Luki ditemui di Mapolda Jatim, Surabaya, Jumat (13/9).
Namun, Luki mengungkapkan, hingga saat ini, belum ada respons dari pihak Veronica terkait surat panggilan pemeriksaan kedua yang dilayangkan Polda Jatim. Padahal sejatinya, Veronica diperiksa sebagai tersangka pada 13 September 2019. Namun, polisi memberi toleransi hingga 18 September 2019.
"Sama sekali tidak ada komunikasi. Kami hanya mengikuti melalui media sosial. Padahal kami berharap yang bersangkutan bisa komunikasi. Kalau tidak puas ada proses hukum yang bisa dilakukan. Apalagi dia sekolahnya sekolah hukum," ujar Luki.
Luki melanjutkan, jika pada batas akhir yang ditentukan, tepatnya pada 18 September 2019 Veronica tetap tidak memenuhi panggilan, maka akan dikeluarkan DPO bagi yang bersangkutan. Setelah itu, kata Luki, pihaknya baru akan mengeluarkan red notice, yang akan digelar di Prancis, untuk disebar ke 190 negara yang telah bekerja sama.
Kepolisian Daerah Jawa Timur sebelumnya telah menetapkan Veronica Koman (VK) sebagai tersangka dalam insiden di asrama mahasiswa Papua di Jalan Kalasan Nomor 10, Surabaya, pada 16 Agustus 2019. Tersangka VK disebut-sebut sangat aktif menyebarkan hoaks dan provokasi di media sosial Twitter-nya.
Tersangka VK memang sangat aktif terlibat dalam aksi-aksi yang melibatkan mahasiswa Papua di Jawa Timur. Tidak saja pada aksi yang terjadi pada 16 Agustus 2019, tapi juga aksi-aksi sebelumnya. Bahkan, kata Luki, tersangka VK pernah membawa dua jurnalis asing untuk meliputa aksi mahasiswa Papua pada Desember 2018.
Atas perbuatannya tersebut, tersangka VK diancam pasal berlapis. Di antaranya Pasal 45A ayat (2) jo Pasal 28 ayat (2) UU RI Nomor 19 Tahun 2016 tentang perubahan atas UU Nomor 11 Tahun 2008 tentang UU ITE. Kemudian, Pasal 160 KUHP dan/atau Pasal 14 ayat (1) dan/atau ayat (2) dan/atau Pasal 15 UU Nomor 1 Tahun 1946 tentang Peratutan Hukum Pidana serta Undang-Undang Nomor 40 Tahun 2008 tentang Penghapusan Diskriminasi Ras dan Etnis.