Jumat 13 Sep 2019 20:43 WIB

Ahli Hukum: KPK Seperti Lawan Politik yang Harus Dibungkam

Momen ini akan menjadi masa depan lembaga independen ini di Indonesia.

Rep: my27/ Red: Fernan Rahadi
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana ,  ketika mengisi Diskusi Pelemahan KPK 4.0 di Kantor Pukat UGM, Jumat (13/9).
Foto: Republika/Wahyu Suryana
Divisi Hukum dan Monitoring Peradilan ICW, Kurnia Ramadhana , ketika mengisi Diskusi Pelemahan KPK 4.0 di Kantor Pukat UGM, Jumat (13/9).

REPUBLIKA.CO.ID, YOGYAKARTA -- Ahli hukum tata negara, Oce Madril, mengungkapkan, jika revisi terhadap Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) tetap diloloskan, lembaga tersebut akan sangat dilemahkan. Lembaga-lembaga lain pun seperti Ombudsman, Komnas HAM, dan lembaga-lembaga independen yang lain pun tinggal menunggu waktu. 

"Karena sepertinya KPK adalah lawan politik yang harus segera dibungkam," kata Oce saat berbicara pada acara diskusi yang digelar Pusat Studi Antikorupsi Fakultas Hukum (Pukat FH) UGM bertema "Pelemahan KPK 4.0: Mempertahankan Independensi KPK, Mempertahankan Publik" di Gedung Pukat FH UGM, Jumat (13/9) Sore.

Ia mengungkapkan, konsep trias politica di Indonesia tidak cukup untuk membangun negara ini. Maka dari itu, dibentuklah badan lembaga negara yang independen. "KPK adalah lembaga yang penting dalam konstitusional. KPK berfungsi untuk menindak pelaku korupsi dari pihak mana saja, tanpa terkecuali," katanya.

Menurut Oce, momen ini akan menjadi masa depan lembaga independen ini di Indonesia. "Jika ini dibiarkan, maka efektivitas KPK akan suram. KPK tidak akan menjadi lembaga penindak yang independen, tetapi akan menjadi lembaga yang bertugas bersosialisasi," katanya.

Kepala Bagian Perencanaan Peraturan dan Produk Hukum KPK, Rasamala Aritonang, mengatakan, yang penting saat ini bagi KPK adalah dukungan politik dari pemerintah.  "Jika kita ingin KPK bisa independen. Kita perlu dukungan yang kuat. Harapannya hanya ada pada Presiden (Jokowi)," ujarnya.

Menurut dia, seharusnya presiden bukan hanya menjadi panglima tertinggi angkatan bersenjata, tetapi panglima tertinggi pemberantasan korupsi.

Divisi hukum Indonesian Corruption Watch (ICW) Kurnia Ramadhana mengatakan, berdasarkan data dan Catatan ICW, sejak 2010 presiden dan DPR tidak menguatkan KPK melainkan justru seperti memasukkan KPK ke jurang. Ia pun menegaskan, masa depan KPK akan suram dalam empat tahun ke depan jika revisi UU KPK dibiarkan.

Menurut dia, Panitia Seleksi (Pansel) Calon Pimpinan (Capim) KPK sangat antikritik dari masyarakat. Padahal dalam peraturan pansel, masukan dari masyarakat berlaku dalam rangka pemilihan calon. 

"Kondisinya saat ini, pansel justru meloloskan dan tidak mengagalkan calon-calon yang bermasalah. Bagi kami hampir semua calon yang diusulkan bermasalah. Sejatinya syarat jadi calon ketua KPK adalah melaporkan harta kekayaan yang ia miliki serta memiliki rekam jejak yang baik. Tetapi, ini yang dilewatkan oleh pansel," ujarnya.

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement