REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA - Menteri Dalam Negeri Tjahjo Kumolo mengatakan penambahan jumlah pimpinan MPR RI menjadi satu ketua dan sembilan wakil ketua yang diatur dalam revisi UU MD3, mencerminkan dan menegaskan bahwa MPR merupakan lembaga permusyawaratan.
"Alasan pemerintah jelas bahwa penambahan dua pimpinan itu semata-mata ingin menunjukkan bahwa MPR itu adalah lembaga permusyawaratan," kata Tjahjo di Kompleks Parlemen, Jakarta, Jumat.
Dia menilai kalau seluruh fraksi hasil Pemilu 2019 yang berjumlah sembilan ditambah DPD RI bisa terwakili, diharapkan dalam setiap proses pengambilan keputusan kebijakan politik ketatanegaraan di MPR bisa diputuskan secara musyawarah tanpa ada oposisi.
Kalau itu bisa terwujud, menurut dia, karena semua itu punya komitmen yang sama membangun sistem pemerintahan presidensial yang lebih efektif dan efisien.
"Soal siapa yang akan menjadi ketua MPR, itu nanti mekanismenya diatur bahwa masing-masing fraksi dan utusan di DPD mengirimkan satu nama. Biarkan forum di MPR yang menentukan bagaimana mekanisme pemilihan ketua dan wakil ketua," ujarnya.
Dia mengatakan, Rapat Panja revisi UU MD3 selama tiga jam telah selesai karena hanya satu pasal yang dibahas, ada satu pasal yang dihapus dan beberapa tambahan di dalam penjelasan yang merupakan bagian yang tidak terpisahkan daripada pembahasan UU tersebut.
Menurut Tjahjo mengapa revisi UU MD3 menjadi prioritas, karena tanggal 1 Oktober 2019 sudah ada anggota DPR dan DPD RI yang baru dan penetapan anggota MPR RI.
"Sehingga ini menjadi skala prioritas yang bisa cepat diselesaikan dan mudah-mudahan paripurnanya tidak lama sehingga masih ada rapat ditingkat DPD RI dan MPR RI menyikapi hasil keputusan ini," katanya.