REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah melalui Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), melakukan penyegelan terhadap 43 lokasi lahan konsesi di lima provinsi. Penyegelan tersebut sebagai akibat kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di 43 lokasi tersebut.
Direktur Jenderal (Dirjen) Penegakan Hukum KLHK, Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya telah melakukan pengawasan dan pemantauan lahan konsesi di lima provinsi sejak Juli-Agustus lalu. Lima provinsi yang menjadi sasaran pengawasan yakni Riau, Jambi, Sulawesi Selatan, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah. Setelah diawasi, ada puluhan lokasi lahan konsesi yang disegel.
"Sampai saat ini kami sudah melakukan penyegelan, upaya ini kami lakukan untuk penegakan hukum. Sampai hari ini ada 42 lokasi (lahan konsesi) perusahaan yang kami lakukan penyegelan dan satu lokasi (lahan konsesi) milik masyarakat. Sehingga total ada 43 lokasi yang kami segel," ungkap Rasio dalam konferensi pers di Graha BNPB, Jl Pramuka, Jakarta Timur, Sabtu (14/9).
Dia merinci, di Jambi ada dua lokasi yang disegel yakni masing-masing milik PT MAA MAS dan PT BRO. Kemudian di Riau ada lima lokasi yang disegel. Selanjutnya lokasi di Sumatera Selatan, Kalimantan Barat juga menjadi sasaran penyegelan. "Di Kalimantan Barat dan di Kalimantan Tengah paling banyak kami lakukan penyegelan, " tuturnya.
Setelah disegel, KLHK melakukan pengumpulan barang bukti dan keterangan. Dari proses tersebut, ada empat korporasi yang ditetapkan sebagai tersangka.
"Pertama, PT ABP yang merupakan perkebunan sawit yang ada di Kalimantan Barat, PT AER yang merupakan perkebunan sawit Kalimantan Barat, PT SKM perkebunan sawit Kalimantan Baeat dan PT KS di Kalimantan Tengah," papar Rasio.
Dia melanjutkan, di antara perusahaan yang lahan konsesinya disegel itu, ada beberapa yang memiliki modal dari luar. Diketahui, satu perusahaan mendapatkan modal dari Singapura dan tiga perusahaan memiliki sumber modal dari Malaysia.
"Ini sedang kita lakukan penyelidikan. Tiga orang direktur kami saat ini bekerja di Riau, Kalimantan Barat dan Kalimantan Tengah, " kata Rasio.
Lebih jauh Rasio menjelaskan ada ancaman hukuman bagi perusahaan yang menjadi tersangka tersebut. KLHK pun menempuh berbagai upaya sebagai pendahuluan langkah hukum.
Pertama, KLHK meminta kepada pihak pemberi izin melakukan langkah administratif pencabutan izin. Kedua, KLHK akan lakukan penegakkan hukum melalui gugatan perdata.
"Sudah berlangsung proses gugat perdata dan lima proses pengadilan. Ada 17 gugatan perdata yang total inkrah Rp 3,15 triliun. Kami kordinasi dengan pihak kepolisian dan kami terapkan multidone. Tidak hanya itu, kami minta otoritas penegakkan hukum menindak dengan UU lingkungan hidup, UU kehutanan dan UU perkebunan," tegasnya.
Sehingga, tutur Rasio, satu kasus karhutla bisa diinvestigasi dengan tiga UU tersebut. "Ancaman hukumannya pidana bisa 12 tahun. Kita serius penegakkan hukum karhutla ini. Kita pakai instrumen yg ada seperti pencabutan izin, gugatan perdata, dan pidana. Pidana seperti denda perampasan keuntungan," tambah Rasio.