REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (Kementerian LHK) menyatakan telah menyegel 42 lokasi perusahaan dan satu lokasi milik masyarakat yang terlibat dalam kebakaran hutan dan lahan (karhutla). Bahkan empat korporasi telah ditetapkan sebagai tersangka.
Direktur Jenderal Penegakan Hukum Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Rasio Ridho Sani, mengatakan pihaknya melakukan melakukan pengawasan karhutla di wilayah yang sering terjadi kebakaran yaitu Riau, Jambi, Sumatra Selatan (Sumsel), Kalimantan Barat (Kalbar), hingga Kalimantan Tengah (Kalteng) sejak Agustus 2019 lalu.
"Kemudian kami melakukan penyegelan untuk meminimalisasi karhutla. Ada 42 lokasi perusahaan yang disegel dan satu milik masyarakat, jadi total 43 lokasi yang disegel penyidik Kementerian LHK," ujarnya saat di konferensi pers update penanganan karhutla, di Graha BNPB, di Jakarta, Sabtu (14/9).
Dia menambahkan, empat dari 42 perusahaan yang disegel merupakan perusahaan asing yang berada di Kalimantan Barat (Kalbar). Yakni, PT Hutan Ketapang Industri dari Singapura di Ketapang, PT Sime Indro Agro dari Malaysia di Sanggau.
PT Sukses Karya Sawit dari Malaysia di Ketapang, dan PT Rafi Kamajaya Abadi dari Malaysia. Hingga hari ini, dia menyebutkan empat perusahaan di Kalbar dan Kalteng yang ditetapkan sebagai tersangka.
“Sampai hari ini sudah ada empat korporasi yang kami tetapkan sebagai tersangka yaitu PT ABP perkebunan sawit di Kalbar, PT AER perkebunan sawit di Kalbar, PT SKM perkebunan sawit di Kalbar, dan korporasi yang ke empat PT KS di Kalteng,” ujarnya.
Meski masih menyelidiki kasus ini, pihaknya telah meminta kepala daerah seperti bupati atau wali kota melakukan tindakan administratif mencabut izin perusahaan tersebut hingga hukuman pidana selama 12 tahun di penjara atau membayar denda. "Kami masih melakukan penyelidikan," katanya.
Dia mengklaim Kementerian LHK serius dalam melakukan penegakan hukum karhutla dan akan melakukan semua instrumen penegakan hukum.