REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Muharram termasuk bulan istimewa yang memiliki banyak keutamaan. Selain sebagai pembuka kalender Hijriyah, sejumlah peristiwa penting dalam Islam juga terjadi pada bulan itu, terutama pada 10 Muharram.
Umat Islam pun sangat dianjurkan puasa pada 10 Muharram atau puasa Asyura. "Rasulullah sangat menganjurkan dan menyunahkan puasa tersebut, Rasul pun melakukannya," ujar Syekh Ali Jaber da lam Kajian Tauhid di Masjid Istiqlal, Ja karta, pada Ahad, (8/9).
Ia bercerita, ketika Rasulullah SAW hijrah ke Madinah, dia melihat orang Yahudi berpuasa pada 10 Muharram. Rasul kemudian bertanya, "Kenapa kalian ber puasa?" Orang Yahudi menjawab, "Bagi kami ini hari mulia dan agung karena Allah selamatkan Nabi Musa AS dan Bani Israil dari pasukan Fir'aun dan menenggelamkan Fir'aun bersama pasukannya ke dalam air laut."
"Mendengar itu, Rasul bersabda, 'Kami lebih mulia, lebih, pantas, dan lebih layak untuk memperhatikan Nabi Musa karena kami umat Islam lebih dianjurkan untuk menghormati nabi-nabi sebelumnya, termasuk Nabi Musa.' Rasul lalu memerintahkan umatnya berpuasa Asyura," tutur Syekh Ali.
Banyak manfaat yang didapat ketika seorang Muslim menjalankan puasa Asyura, di antaranya penghapusan dosa. Dalam sebuah hadis, Nabi Muhammad bersabda, "Puasa pada hari Asyura menghapusakan dosa setahun lalu."Dalam hadis lain Baginda Nabi bersabda pula, "Sebaik-baiknya puasa setelah puasa Ramadhan adalah puasa di bulan Allah yang kamu menyebutnya Muharram."
Dengan begitu, Syekh Ali menegaskan, umat Islam dianjurkan banyak berpuasa saat Muharram, tidak hanya di tanggal 10 Muharram. "Selain Ramadhan, Rasul pa ling banyak berpuasa di bulan Sya'ban dan Muharram. Banyak orang selama ini fokus pada puasa Asyura saja," kata dia. Syekh Ali melanjutkan, di antara kenikmatan serta kemuliaan yang Allah beri kan kepada hamba-Nya, yakni Alquran. Maka, kaum Muslim harus selalu mendekatkan diri ke Alquran, khususnya pada bulan ini.
"Sedihnya, kalau saya pikirkan bagai mana kondisi umat saat ini masih banyak yang melewatkan satu sampai dua hari, bahkan satu sampai dua minggu tanpa membaca Alquran. Ada juga yang tidak membaca Alquran sama sekali," tuturnya. Padahal, lanjut dia, setiap Muslim dianjurkan khatam Alquran, minimal satu kali selama satu bulan. Dahulu sahabat Rasul, ada yang mampu khatam Alquran satu kali dalam tiga hari. Ada juga yang satu kali selama 10 hari.
Sementara itu, Rasulullah senantiasa mengkhatamkan kitab suci tersebut satu kali dalam seminggu. Beliau mulai mem baca pada Sabtu, lalu khatam pada Jumat. Ulama besar Imam Syafii bahkan, bisa mengkhatamkan Alquran sebanyak 60 kali selama bulan Ramadhan. Ini berarti dalam sehari, beliau khatam dua kali. "Lalu, sudah berapa kali kita khatam Alquran di umur segini? Banyak orang tidak membaca Alquran dengan alasan belum lancar membacanya, ada pula yang berkata sering keliru tajwidnya sehingga mending tidak usah baca. Itu bisikan setan, bukan bisikan kyai," tegas Syekh Ali.
Ia menyebutkan, melalui sebuah hadis sahih, Rasulullah telah memberi berita gembira bagi umatnya yang rajin membaca Alquran. "Orang yang mahir membaca Al quran, dia berada bersama malaikat yang terhormat, dan orang yang terbata-bata dalam membaca Alquran serta mengalami kesulitan, maka baginya dua pahala." Syekh Ali menegaskan, tidak sulit kha tam Alquran karena Allah telah menjanjikannya.
Dalam surah al-Qomar ayat 17, Allah berfirman, "Dan, sesungguhnya telah kami mudahkan Alquran untuk pelajaran maka adakah orang yang mengambil pelajaran?" "Jadi, siapa yang mau belajar, mau hafal, dan mau hayati Alquran, pasti dapat janji Allah. Kita kuat berjam-jam tahan ngantuk kalau main HP (handphone), tapi Alquran baru sehalaman saja sudah ngan tuk dan berat bacanya," ujar ulama yang lahir di Madinah itu.
Dia menuturkan, Alquran boleh dibaca meski kita tidak memahami artinya, mau pun tidak menghayatinya. Pasalnya, ada 10 kebaikan dalam setiap huruf yang kita baca dalam Alquran.