Ahad 15 Sep 2019 20:13 WIB

ICW: Yang Dibutuhkan Revisi UU Tipikor, Bukan UU KPK

UU KPK saat ini membuat performa KPK berjalan baik.

Rep: Ronggo Astungkoro/ Red: Muhammad Hafil
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasywah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).
Foto: Antara/Indrianto Eko Suwarso
Selembar kain hitam yang menutupi logo KPK tersibak saat berlangsungnya aksi dukungan untuk komisi anti rasywah itu di Gedung Merah Putih KPK, Jakarta, Selasa (10/9/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW), Kurnia Ramadhana, mengatakan, sebenarnya eksekutif maupun legislatif tidak memiliki urgensi untuk memaksakan merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK). Menurut Kurnia, dengan UU KPK yang ada, lembaga antirasuah itu sudah memiliki performa yang baik.

"Tidak ada urgensinya sama sekali, baik itu dari legislatif maupun eksekutif, untuk memaksakan membahas revisi UU KPK karena pandangan kita, KPK dengan UU Nomor 30 tahun 2002 sudah perform dengan baik," jelas Kurnia usai diskusi di Jakarta Selatan, Ahad (15/9).

Baca Juga

Ia melihat performa baik itu dari sisi seluruh dakwaan KPK di persidangan selalu dinyatakan terbukti oleh hakim. Tidak ada satu pun terdakwa yang pernah divonis bebas oleh pengadilan.

Di samping itu, Kurnia menjelaskan, yang sebetulnya dibutuhkan KPK saat ini adalah perbaikan di hukum materiil, yakni dengan merevisi UU pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurut dia, masih banyak aturan-aturan yang secara umum sudah disepakati dunia internasional tapi belum diimplementasikan di hukum positif Indonesia.

"Trading influence, korupsi sektor swasta, dan lain sebagainya itu masih menjadi tunggakan legislasi yang sampai hari ini belum juga dituntaskan oleh DPR bersama dengan pemerintah," kata dia.

Badan Legislasi dan DPR RI telah resmi membahas revisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU KPK), Kamis (12/9). Presiden RI Joko Widodo setuju revisi dengan catatan dewan pengawas harus diangkat presiden.

Menkumham Yasonna Laoly selaku perwakilan pemerintah membacakan pandangan presiden terkait revisi UU tersebut. "Pemerintah berpandangan bahwa pengangkatan ketua dan anggota Dewan Pengawas merupakan kewenangan Presiden, hal ini untuk meminimalisir waktu dalam proses penentuan dalam pengangkatannya," kata Yasonna di Kompleks Parlemen RI, Jakarta, Kamis (12/9).

Yasonna melanjutkan, untuk menghindari kerancuan normatif dalam pengaturannya, serta terciptanya proses check and balance,transparansi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan pengangkatan Dewan Pengawas, mekanisme pengangkatan tetap melalui panitia seleksi.

Pemerintah, kata Yasonna juga membuka ruang bagi masyarakat untuk dapat memberikan masukan terhadap calon anggota pengawas mengenai rekam jejaknya.

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement