REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komite Nasional Keuangan Syariah (KNKS) menggelar FGD mengenai pengembangan ekonomi syariah di Indonesia. Direktur pendidikan dan riset keuangan syariah KNKS, Sutan Emir Hidayat, mengharapkan FGD ini dapat menjadi cikal bakal pengembangan ekonomi syariah daerah di Indonesia. Dengan adanya kesepakatan mengenai dimensi pengukuran kinerja ekonomi syariah daerah.
Diharapkan setiap daerah akan mengembangkan ekonomi syariahnya sesuai dengan indikator yang telah disepakati. "Khususnya, pada hari ini, kami telah bersepakat tentang makanan halal. Ke depannya, kami juga akan membahas fashion muslim dan berbagai sektor lainnya di industri halal," ujar dia.
Tujuan dari kegiatan FGD ini adalah untuk mengidentifikasi, mengevaluasi, memverifikasi dan menyusun dimensi, variabel, dan elemen-elemen yang selanjutnya akan disepakati dan ditindaklanjuti sebagai indikator detil untuk mengukur kemajuan ekonomi dan keuangan Syariah di tingkat daerah/provinsi di Indonesia dalam sektor makanan dan minuman halal.
Menurut Laporan Thomson Reuters (2018), penduduk muslim dunia menghabiskan 1,30 triliun dolar AS pada tahun 2017 untuk makanan halal. Indonesia menjadi konsumen makanan halal terbesar di dunia dengan menghabiskan 170 miliar dolar AS.
Potensi ini menjadi kesempatan sekaligus tantangan yang besar untuk meningkatkan investasi dan produk makanan tersertifikasi halal Indonesia agar tidak hanya menjadi konsumen terbesar, namun dapat menjadi salah satu produsen makanan halal terbesar dunia.
Suatu kajian atau penelitian dibutuhkan untuk memberikan justifikasi dalam pengambilan keputusan dan pembuatan kebijakan. Perkembangan ekonomi dan keuangan syariah di Indonesia tidak terlepas dari peran pemerintah daerah. Penambahan indikator daerah yang sudah ada sebelumnya dengan indikator penilaian kemajuan ekonomi syariah merupakan salah satu cara untuk mempercepat pengembangan ekonomi syariah daerah.