REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (PPPA) Yohana Yembise mengaku bersyukur dan lega dengan keputusan DPR RI yang menyetujui batas minimal usia perkawinan bagi perempuan dan laki-laki menjadi 19 tahun. Ia berharap aturan ini mengurangi praktik perkawinan anak.
"Keputusan ini memang sangat ditunggu masyarakat Indonesia, untuk menyelamatkan anak dari praktik perkawinan anak yang sangat merugikan baik bagi anak, keluarga maupun negara," kata Menteri Yohana dalam keterangan tertulisnya, Ahad (15/9).
Ia mengatakan keputusan DPR merupakan buah manis dari perjuangan dan kerja keras banyak pihak. "Selama 45 tahun, akhirnya terjadi perubahan UU perkawinan demi memperjuangkan masa depan anak-anak Indonesia sebagai SDM Unggul dan Generasi Emas Indonesia 2045,” kata dia.
Ia mengatakan pertimbangan batas usia 19 tahun tersebut karena pada usia tersebut seorang anak telah matang jiwa dan raganya untuk melangsungkan perkawinan secara baik, tanpa berakhir pada perceraian serta mendapat keturunan yang sehat dan berkualitas. "Kami harap kenaikan batas usia ini dapat menurunkan resiko kematian ibu dan anak, serta memenuhi hak-hak anak demi mengoptimalkan tumbuh kembangnya,” tutur Menteri Yohana.
Yohana mengaku sangat mendukung agar RUU Perkawinan dapat segera disahkan menjadi UU dalam Rapat Paripurna. Ia berharap pengesahan dilakukan sebelum masa jabatan anggota DPR periode 2014-2019 berakhir.
Revisi UU Perkawinan dilakukan untuk menindaklanjuti putusan MK RI Nomor 22/PUU-XV/2017 yang merevisi Pasal 7 ayat (1) UU No. 1 Tahun 1974 yaitu “Perkawinan hanya diizinkan jika pihak pria dan wanita sudah mencapai umur 19 tahun."
Dari 10 fraksi yang hadir dalam Rapat Panja, hanya delapan fraksi yang tidak menyetujui batas usia perkawinan menjadi 19 tahun. Dua fraksi tersebut, yaitu PKS dan PPP.
Sebab, budaya masyarakat di sejumlah daerah masih mempraktikan perkawinan usia anak. Kesimpulan dari pembahasan RUU Perubahan atas UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yang disepakati dalam Rapat Panja, berkaitan dengan Pasal 7 ayat (1) sampai dengan (4), antara lain:
1. Perkawinan hanya diizinkan apabila pria dan wanita sudah mencapai umur 19 (sembilan belas) tahun.
2. Dalam hal terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur sebagaimana dimaksud pada ayat (1), orang tua pihak pria dan/atau orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kepada Pengadilan dengan alasan sangat mendesak disertai bukti-bukti pendukung yang cukup.
3. Pemberian dispensasi oleh Pengadilan sebagaimana dimaksud pada ayat (2) wajib mendengarkan pendapat kedua belah calon mempelai yang akan melangsungkan perkawinan.
4. Ketentuan-ketentuan mengenai keadaan seorang atau kedua orang tua calon mempelai sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (3) dan ayat (4) berlaku juga ketentuan mengenai permintaan dispensasi sebagaimana dimaksud pada ayat (2) dengan tidak mengurangi ketentuan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 6 ayat (6).