REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Langkah pemerintah menetapkan kenaikan tarif cukai rokok sebesar 23 persen per 1 Januari 2020 akan berimplikasi pada kenaikan harga jual eceran rokok sebesar 35 persen. Potensi kenaikan harga rokok di level eceran tersebut akan diantisipasi oleh pemerintah dengan melibatkan aparat kepolisian dan TNI.
Direktur Jenderal Bea dan Cuka Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Heru Pambudi mengatakan, saat ini langkah menaikan tarif cukai rokok disambut positif oleh aparat penegak hukum. Melalui Kapolri telah disampaikan, dia menyebut, polisi siap berkoordinasi memitigasi peredaran rokok ilegal.
“Kemarin Kapolri sudah sampaikan dukungannya, agar upaya-upaya yang ilegal ini tidak naik,” kata Heru kepada wartawan, di Kemenkeu, Jakarta, Sabtu (14/9).
Dia melanjutkan bahwa di dalam setiap kebijakan baru pastinya terdapat tantangan dan cost benefit-nya tersendiri. Hanya saja dengan kebijakan yang ditetapkan seluruh pihak diharapkan mampu memitigasi kekurangan atau celah yang mampu disalahgunakan oleh pihak-pihak tertentu.
Selain dengan polisi, dia menegaskan bahwa pemerintah akan bekerja sama dengan TNI untuk melakukan mitigasi atau pengendalian peredaran rokok ilegal. Pihaknya menggarisbawahi bahwa kenaikan tarif cukai rokok merupakan respons pemerintah terhadap prevalensi perokok yang meningkat, khususnya di kalangan anak-anak.
“Kita kan dapat laporan bahwa ada perokok kalangan anak-anak ini (jumlahnya) tinggi sekali,” ujarnya.
Dari sisi jumlah rokok, Kemenkeu menyebutkan bahwa prevalensi perokok kelompok anak-anak dan remaja mengalami kenaikan dari 7 persen menjadi 9 persen. Sedangkan prevalensi perokok dari kalangan perempuan naik dari 2,5 persen menjadi 4,8 persen.
Seperti diketahui, terdapat tiga hal yang menjadi pertimbangan kenaikan tarif cukai dan harga jual rokok oleh pemerintah. Selain prevalensi perokok yang terus meningkat, alasan lainnya yakni pemberantasan rokok ilegal, serta kepastian jaminan penerimaan terhadap negara dapat terus moncer.