REPUBLIKA.CO.ID, Pada Ahad (15/9) pagi sekitar pukul 09.45 WIB, Kay Rala Xanana Gusmao tiba di Taman Makam Pahlawan (TMP) Kalibata, Jakarta. Presiden pertama Republik Demokratik Timor Leste itu diiringi puluhan orang mahasiswa asal Timor Leste. Mereka diketahui sedang menempuh pendidikan di Jakarta.
Sesampainya di pusara Bacharuddin Jusuf (BJ) Habibie, langkah Xanana berhenti. Dia pun duduk. Mulutnya terdiam selama beberapa menit. Wajahnya tampak khusyuk, seperti sedang memanjatkan doa. Selanjutnya, rangkaian bunga ditaruhnya di atas nisan sang presiden ketiga Republik Indonesia itu.
Pria berambut mayoritas putih itu lantas mengalungkan rangkaian bunga di atas nisan istri Habibie, Hasri Ainun Besari. Letak kedua makam bersebelahan. Setelah itu, dia pun menundukkan kepala dan memejamkan mata.
Tak lama setelah ziarah berlangsung, Ilham Akbar Habibie tiba di TMP Kalibata. Xanana menyambut putra sulung Habibie-Ainun itu dengan hangat. Hadir pula Duta Besar Timor Leste untuk Indonesia Alberto XP Carlos dan sekretaris pribadi Habibie, Rubijanto. Setelah menyambut mereka satu per satu, Xanana mengulang prosesi tabur bunga sembari menggandeng tangan Ilham.
Sebelumnya, Xanana sudah mendatangi rumah almarhum BJ Habibie di Patra Kuningan, Jakarta, Sabtu (14/9) malam. Di sana, dia menyampaikan bela sungkawa langsung kepada Ilham dan Thareq Kemal Habibie. Dalam pertemuan tersebut, Xanana juga memberikan dua buah surat kepada Ilham.
Satu di antaranya adalah surat resmi Pemerintah Timor Leste. Adapun yang lainnya merupakan surat pribadi dari Xanana khusus kepada keluarga yang berduka.
Sang perintis industri dirgantara Indonesia itu wafat di Rumah Sakit Pusat Angkatan Darat (RSPAD) Gatot Soebroto, Jakarta, Rabu (11/9) lalu. Jenazah Habibie dikebumikan pada Kamis (12/9) tepat di samping pusara belahan jiwanya, Hasri Ainun Besari. Sebab, demikianlah keinginan almarhum sejak ditinggal wafat sang istri tercinta.
Di TMP Kalibata, Xanana menjelaskan alasan dirinya baru berziarah ke makam Habibie pada Ahad atau tiga hari pascawafatnya sang sahabat. Dia menyebut, jarak antarnegara relatif jauh. Terlebih lagi, akses transportasi udara belum begitu banyak.
“Kita (Timor Leste) bukan di sebelah Bandung. Kita jauh. Pesawat hanya pagi sampai siang. Waktu kita dengar kabar Pak Habibie wafat itu (Kamis) pagi, dan siangnya sudah dikuburkan,” kata Xanana usai berziarah, Ahad (15/9).
“Saya ke sini bukan atas nama pribadi, tetapi mewakili pemerintah dan rakyat Timor Leste,” lanjut dia.
Ada maksud tersendiri dirinya mengajak anak-anak muda senegara untuk ziarah ke makam Habibie. Menurut Xanana, para mahasiswa Timor Leste yang menempuh pendidikan di Indonesia perlu melakukan hal tersebut. Sebab, sosok kelahiran Parepare, Sulawesi Selatan, itu berjasa pada pendirian negara berjuluk “Bumi Loro Sae” itu.
“Mereka (mahasiswa --Red) datang ke makam untuk memberi penghormatan kepada beliau (Habibie). Jika bukan karena Pak Habibie, mereka tidak akan merasakan kebebasan yang ada hari ini,” ujar Xanana.
Pada 1975, Indonesia menguasai wilayah yang dahulunya merupakan jajahan Portugal tersebut. Di bawah pemerintahan Presiden Soeharto, Timor Timur menjadi provinsi ke-27. Menjelang akhir Orde Baru, berbagai gejolak melanda daerah yang bertetangga dengan Nusa Tenggara Timur (NTT) itu.
Pada 30 Agustus 1999, saat Indonesia dipimpin Presiden Habibie, referendum berlangsung dengan sponsor PBB. Hasilnya menunjukkan, mayoritas rakyat Timor Timur memilih lepas dari Indonesia.
Xanan mengenang, setelah referendum usai, pihaknya masih acapkali berkoordinasi dengan Habibie. Hal tersebut dilakukan untuk membicarakan masa depan negara yang beribu kota di Dili itu.
“Di antaranya termasuk teknologi dan sains,” kata Xanana. Maka dari itu, Xanana menegaskan, Habibie berkontribusi besar bagi rakyat dan negara Timor Leste.
(zainur mahsir ramadhan/antara ed: hasanul rizqa)