REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Berangkat dari konsep tentang dua orang pengadu nasib ke Jakarta yang terpaksa untuk mengorbankan harga diri mereka demi ketenaran, Pretty Boys dijamin dapat mengocok emosi penonton. Komposisi ceritanya diracik dengan pas.
Selain menceritakan tentang ekosistem di balik layar pertelevisian, Pretty Boys juga dengan lihai membungkus kisah tentang persahabatan, keluarga, dan asmara hingga cocok ditonton oleh semua umur. Mengawali debutnya sebagai sutradara, Tompi mengemas ide film dari keresahannya tentang esensi TV yang dianggap sudah melenceng dan keluar batas.
Lewat Pretty Boys, Tompi mencermati adanya insan pertelevisian yang mengubah kepribadian, penampilan, hingga berperilaku kurang pantas di layar kaca. Kelakuan seperti itu menimbulkan persepsi bahwa bertindak demikian adalah satu-satunya cara untuk melejitkan popularitas.
Menurut Tompi, Pretty Boys hadir bukan untuk sebagai satire terhadap dunia pertelevisian. Ia menjelaskan, film tersebut tidak hadir dengan niat menyindir, tetapi dengan pemaparan tentang kondisi yang mempertanyakan apakah televisi yang menodai masyarakat atau justru kecenderungan para penonton yang memaksa TV menyediakan program kurang mendidik.