REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Polri belum melakukan langkah pencopotan jabatan terhadap kepala kepolisian di provinsi maupun di level tingkat dua terkait dengan masifnya kebakaran hutan dan lahan (karhutla) di enam wilayah terparah.
Karo Penmas Mabes Polri Brigjen Dedi Prasetyo mengatakan, sampai Senin (16/9) proses penegakan hukum, mitigasi dan upaya pemadaman api di wilayah terparah karhutla masih terus dilakukan. “Belum ada teguran kepada Kapolda ataupun Kapolres,” kata Dedi di Mabes Polri, Jakarta, Senin (16/9).
Namun kata dia, evaluasi-evaluasi berkala terus dilakukan oleh kepolisian di daerah, dalam melakukan pemadaman dan penegakan hukum terkait karhutla. “Tetapi terus dilakukan evaluasi. Mereka (Kapolda dan Kapolres), juga sudah sangat bekerja keras dan sangat maksimal untuk bekerja melakukan pemadaman,” kata Dedi.
Bencana karhutla masih terus membara di sejumlah wilayah Indonesia dalam hampir dua bulan terakhir. Terparah ada di enam provinsi yakni di Riau, Sumatera Selatan (Sumsel), dan Jambi. Kemudian di kawasan Borneo, wilayah Kalimantan Barat (Kalbar), Kalimantan Tengah (Kalteng), dan Selatan (Kalsel).
Presiden Joko Widodo (Jokowi), Agustus lalu, pernah menegaskan akan meminta Kapolri Jenderal Tito Karnavian, dan Panglima TNI Marsekal Hadi Tjahjanto agar mencopot kepala kepolisian dan militer di wilayah terparah karhutla, jika tak mampu mengatasi.
Sikap tegas Presiden Jokowi itu, pun pernah disambut Tito, maupun Hadi dengan akan mencopot Kapolda, Kapolres, pun Pangdam di daerah-daerah tersebut jika tak sanggup memadamkan karhutla.
Sikap tegas tersebut, kembali diungkapkan Menko Polhukam Wiranto, pada Senin (16/9) dengan mengatakan, perintah Presiden Jokowi tetap akan mencopot Kapolda dan Pangdam di daerah terparah jika tak sanggup memadamkan api karhutla.
Akan tetapi, hampir dua bulan perintah tegas dari Presiden Jokowi, itu pun ternyata belum mampu menjinakkan karhutla. Meski Polri dan TNI, bersama Badan Penanggulan Bencana Nasional (BNPB) sudah membentuk satuan khusus penanganan karhutla, tetap saja bencana musiman itu, semakin memburuk.
Di Kalimantan, karhutla menyebabkan asap tebal dari karhutla, mematikan aktivitas masyarakat. Sekolah diliburkan, dan sejumlah masyarakat mulai terjangkit penyakit.
Di Sumsel, asap tebal dari karhutla sudah mencatatkan korban jiwa seorang bayi berusia empat bulan yang meninggal lantaran tak mendapatkan asupan udara sehat. Di Riau, berbondong-bondong warganya eksodus ke provinsi tetangga.
Asap pekat akibat karhutla di Riau, sudah masuk kategori beracun bagi paru-paru manusia, namun pemerintah setempat, belum memberlakukan evakuasi. Bencana karhutla tahun ini, diperkirakan akan lama selama musim panas panjang mendera Indonesia.
Dedi melanjutkan, meskipun karhutla masih terjadi, Polri bersama TNI, sudah maksimal bekerja melakukan pemadaman. Pun kata dia, proses penegakan hukum terhadap pelaku individu karhutla terus dilakukan.
Pada Senin (16/9) tercatat sudah 185 orang ditetapkan sebagai tersangka individu terkait karhutla di enam provinsi. Selain menetapkan tersangka perorangan, kata Dedi, kepolisian di tiga kepolisian daerah, menetapkan empat tersangka korporasi yang dianggap melakukan pembakaran lahan dengan cara sengaja, dan kelalaian pengelolaan lahan yang membuat karhutla.