REPUBLIKA.CO.ID, NEW YORK -- Minyak melonjak hampir 15 persen pada akhir perdagangan Senin (16/9) setelah serangan terhadap fasilitas minyak mentah Arab Saudi memotong separuh produksi kerajaan dan memicu kekhawatiran akan pembalasan di Timur Tengah.Harga minyak Brent mencatat lompatan terbesar dalam lebih dari 30 tahun di tengah rekor volume perdagangan.
Serangan itu meningkatkan ketidakpastian di pasar yang relatif tenang dalam beberapa bulan terakhir. Kini, pasar menghadapi kehilangan minyak mentah dari Arab Saudi, yang secara tradisional menjadi pemasok terakhir di dunia.
Indeks volatilitas pasar minyak mencapai level tertinggi sejak Desember tahun lalu, dan aktivitas perdagangan menunjukkan investor memperkirakan harga lebih tinggi dalam beberapa bulan mendatang.
Minyak mentah Brent, patokan internasional, ditutup pada 69,02 dolar AS per barel, melonjak 8,80 dolar AS atau 14,6 persen. Ini merupakan kenaikan persentase satu hari terbesar sejak setidaknya 1988. Brent berjangka melihat lebih dari dua juta kontrak diperdagangkan, rekor volume harian sepanjang masa, ujar juru bicara wanita Intercontinental Exchange, Rebecca Mitchell.
Sementara itu, patokan AS, minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) berakhir pada 62,90 dolar AS per barel, melompat 8,05 dolar AS atau 14,7 persen, kenaikan persentase satu hari terbesar sejak Desember 2008.
"Serangan terhadap infrastruktur minyak Saudi datang sebagai sebuah guncangan dan kejutan," kata Tony Headrick, seorang analis pasar energi di St. Paul, Minnesota, pialang komoditas CHS Hedging LLC.
Arab Saudi adalah eksportir minyak terbesar di dunia dengan kapasitas cadangan yang relatif besar. Arab telah menjadi pemasok terakhir selama beberapa dekade.
Serangan akhir pekan terhadap fasilitas pemrosesan minyak mentah milik produsen Saudi Aramco di Abqaiq dan Khura memangkas produksi sebesar 5,7 juta barel per hari dan menimbulkan pertanyaan mengenai kemampuannya untuk mempertahankan ekspor minyak. Perusahaan belum memberikan garis waktu khusus untuk dimulainya kembali hasil penuh.
Lonjakan awal harga pada Minggu (15/9) adalah yang terbesar untuk minyak mentah Brent sejak krisis Teluk 1990-1991, sebelum mundur kembali karena berbagai negara mengatakan mereka akan memanfaatkan pasokan darurat untuk menjaga dunia dipasok dengan minyak. Anggota Badan Energi Internasional (IEA) diharuskan menyimpan 90 hari impor dalam penyimpanan untuk mengimbangi guncangan pasokan.