REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bursa Efek Indonesia (BEI) optimistis bisa memenuhi target 75 perusahaan tercatat hingga akhir tahun 2019. Sampai saat ini, Selasa (17/9), baru ada 35 perusahaan yang mencatatkan sahamnya di BEI.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI, I Gede Nyoman Yetna mengatakan sudah ada 22 perusahaan yang juga siap melantai di pasar modal. "Selain yang 22 di pipeline itu masih ada juga yang lainnya tapi belum menyampaikan berkas," kata Nyoman.
Menurut Nyoman, pihaknya telah melakukan sejumlah strategi agar target perusahaan tercatat pada tahun ini bisa terpenuhi. Salah satunya melalui sosialisasi dan pendekatan ke berbagai perusahaan di daerah.
Di samping itu, Nyoman mengungkapkan, BEI juga memberikan sejumlah relaksasi atas peraturan yang sudah pernah dibuat sebelumnya. Seperti pada peraturan nomor I-A tentang Pencatatan Saham dan Efek Bersifat Ekuitas Selain Saham.
Menurut Nyoman, dengan perubahan peraturan tersebut, perusahaan yang tidak memiliki aset berwujud tetap bisa mencatatkan saham di bursa. Perusahaan bisa menggunakan data revenue atau besaran kapitalisasi pasar sebagai syarat masuk bursa.
"Perusahaan berbasis platform digital biasanya kan tidak punya building, tapi mereka punya jejaring dan konsumen yang tinggi," kata Nyoman.
Sebagai informasi, sebelum diubah, peratuan 1-A mewajibkan perusahaan yang hendak masuk bursa harus memiliki aset berwujud atau Net Tangible Asset ( NTA). Namun, peraturan ini banyak dikeluhkan lantaran banyak perusahaan yang tidak memiliki NTA, sehingga sulit untuk masuk bursa.
Tidak hanya itu, BEI juga membuat Papan Akselerasi untuk memfasilitasi perusahaan kecil dan menengah bisa mendapatkan pendanaan dari pasar modal. Berbeda dari Papan Utama dan Papan Pengembangan, Papan Akselerasi berisi aturan yang lebih sederhana, mulai dari syarat minimum aset, standar laporan keuangan hingga penangguhan struktur organisasi dalam jangka waktu 6-12 bulan.
"Kita mencoba mengerti karakteristik perusahaan-perusahaan kecil," kata Nyoman.
Pada hari ini, PT Telefast Indonesia Tbk menjadi perusahaan ke-35 yang mencatatkan saham di BEI. Perseroan dengan kode saham TFAS ini melepas sebanyak 416.666.500 lembar saham, atau setara dengan 25 persen dari modal disetor perseroan.
Adapun harga per lembar saham yaitu Rp 180.
Direktur Utama PT Telefast Indonesia Tbk Jody Herdian mengatakan dana hasil IPO ini akan digunakan untuk modal kerja serta investasi sumber daya manusia (SDM). "Untuk modal kerja 70 persen, belanja modal 25 persen dan investasi SDM sebesar 5 persen," kata Jody.
Untuk keperluam aksi korporasi ini, Perseroan telah menunjuk PT Kresna Sekuritas (terafiliasi) dan PT Trimegah Sekuritas Indonesia Tbk sebagai penjamin pelaksana emisi saham.