Selasa 17 Sep 2019 19:38 WIB

PBNU Dorong Polemik Revisi UU KPK Diuji Materi ke MK

Masih terbuka ruang koreksi revisi UU KPK.

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Muhammad Hafil
Ratusan massa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat bentrok dengan pegawai KPK dan pihak kepolisian pada Jumat (13/9) sore. Ratusan massa dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Pemuda Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK dan mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK sejak Ahad (8/9) lalu.
Foto: Republika/Dian Fath Risalah
Ratusan massa di depan Gedung Merah Putih Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) terlibat bentrok dengan pegawai KPK dan pihak kepolisian pada Jumat (13/9) sore. Ratusan massa dari Himpunan Aktivis Indonesia dan Aliansi Pemuda Mahasiswa menggelar aksi unjuk rasa di depan Gedung Merah Putih KPK dan mencopot kain hitam yang menutupi logo KPK sejak Ahad (8/9) lalu.

REPUBLIKA.CO.ID,JAKARTA-- Ketua Pengurus Harian Pengurus Besar Nahdatul Ulama (PBNU), Robikin Emhas, meminta masyarakat menyikapi secara bijaksana pengesahan revisi UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang Pemberantasan Korupsi (KPK). Menurut Robikin, pro-kontra atas revisi peraturan itu bisa disalurkan dengan mekanisme hukum yang berlaku.

"Mari kita akhiri pro-kontra yang ada, dengan menghormati proses legislasi yang kini berlangsung," ujar Robikin kepada wartawan di Jakarta, Selasa (17/9). 

Robikin menuturkan, saat ini masih terbuka ruang koreksi jika proses revisi UU KPK yang disahkan DPR dinilai tidak sesuai dengan peraturan perundang-undangan dan konstitusi. Adapun salah satu caranya adalah mengajukan uji materi UU hasil revisi itu tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).

"Jika dinilai tidak sesuai dengan ketentuan tentang pembentukan peraturan perundang-undangan dan norma-norma yang dihasilkan bertentangan Konstitusi, maka bisa dikoreksi dengan cara mengajukan judicial review ke MK," jelasnya. 

Pihaknya yakin baik pihak yang pro maupun yang kontra revisi UU KPK sama-sama menginginkan Indonesia jauh lebih baik, maju dan bermartabat. Menurut dia, mereka yang pro revisi UU KPK menghendaki KPK tidak hanya kuat dan berdaya, namun juga kredibel dan akuntabel, baik secara kelembagaan maupun sistemnya.

"Demikian juga sebaliknya. Mereka yang menolak revisi UU KPK menginginkan KPK kuat dan berdaya, tanpa birokrasi yang panjang. Sekali lagi, saya melihat mereka yang pro maupun kontra memiliki tujuan mulia yang sama. Sudut pandangnya saja yang berbeda," tambah dia.

Sebelumnya, DPR bekerja super cepat dalam merevisi undang-undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi. Baru dua kali melakukan pembahasan di panitia kerja dan rapat kerja, DPR resmi mengetok palu mengesahkan RUU KPK menjadi undang-undang pada rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020, Selasa. 

"Apakah pembicaran tingkat dua pengambilan keputusan terhadap RUU perubahan rancangan undang undang nomor 30 tahun 2002 tentang Komisi Pemberantasan Tindak Pidana korupsi dapat disetujui dan disahkan menjadi undang undang?" kata Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah di Kompleks Parlemen, Senayan, Jakarta, Selasa (17/9) diikuti kata "setuju" oleh anggota yang hadir.

Sebelum disahkan, Ketua Baleg Supratman Andi Agtas menyampaikan laporannya. Dalam laporannya, Supratman mengatakan berdasarkan pembicaraan di tingkat pertama tujuh fraksi menyepakati secara bulat revisi UU KPK tersebut.

Sementara dua fraksi yaitu PKS dan Gerindra juga sepakat dengan revisi UU KPK, hanya saja dengan sejumlah catatan. Sedangkan satu fraksi yaitu Partai Demokrat belum bersikap lantaran masih harus berkonsultasi terlebih dahulu.

 

 

 

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement