Rabu 18 Sep 2019 05:45 WIB

IHW: Auditor Halal Harus Terakreditasi dan Masif

Jumlah auditor halal di LPH masih minim, yakni 180 orang

Rep: Imas Damayanti/ Red: Nidia Zuraya
Produk berlabel halal MUI  (ilustrasi)
Foto: Republika/Agung Supriyanto
Produk berlabel halal MUI (ilustrasi)

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Indonesia Halal Watch (IHW) menyatakan, sebelum penerapan Undang Undang Jaminan Produk Halal (UU JPH) Nomor 33 Tahun 2014 diterapkan pada 17 Oktober nanti, pemerintah perlu mengakreditasi auditor halal guna mengakselerasi kinerja Lembaga Pemeriksa Halal (LPH) di tiap daerah. Selain itu, jumlah auditor halal pun perlu diperbanyak.

Direktur Eksekutif IHW Ikhsan Abdullah mengatakan, pemenuhan auditor halal juga perlu disertifikasi lebih jauh. Kesiapan dan ketersediaan auditor halal dalam LPH juga perlu dimasifkan. Hanya saja hingga saat ini, kata dia, adanya LPH-LPH yang diamanati UU untuk melakukan Pemeriksaan atas Produk yang dimohonkan Sertifikasi Halal yang terakreditasi pun belum tersedia.

Baca Juga

Dia juga mempertanyakan penetapan Lembaga Pengawas Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika Majelis Ulama Indonesia (LPPOM MUI). "Harus tersedianya auditor halal yang telah mendapatkan sertifikasi, ini mutlak," ujarnya saat dihubungi Republika, Selasa (17/9).

Selain itu pihaknya juga meminta pemerintah untuk menyediakan laboratorium yang terakreditasi, tarif sertifikasi yang ditetapkan Kementerian Keuangan (Kemenkeu), sistem pendaftaran yang mudah diakses pemohon, jaminan kepastian waktu sertifikasi halal, pelayanan administrasi pendaftaran dari tingkat pusat sampai tingkat wilayah, hingga proteksi atas produk yg telah bersertifikasi halal.

Kepala Badan Penyelenggara Jaminan Produk Halal (BPJPH) MUI Sukoso menyatakan, saat ini pihaknya mengakui jumlah auditor halal di LPH masih minim, yakni 180 orang. Hanya saja dalam lima tahun ke depan, pihaknya menargetkan akan ada 5.000 orang auditor yang bakal mengisi LPH-LPH yang tersedia.

"Idealnya dalam satu kabupaten kota itu ada tiga LPH. Satu LPH diisi tiga orang auditor, tapi ini kan bertahap, pelan-pelan," ungkapnya.

Sebagai catatan, pemerintah untuk sementara waktu menjadikan Lembaga Pemeriksa Pangan Obat-Obatan dan Kosmetika (LPPOM) MUI sebagai LPH yang bergerak memeriksa ketentuan halalnya dalam menyambut penerapan UU JPH. Adapun proses pengajuan halal dimulai dari pelaku usaha ke BPJPH lalu diberikan kepada LPH untuk diperiksa. Setelah melalui proses verifikasi, pemberkasan sertifikasi akan diberikan kembali ke BPJPH dan lalu kemudian ke MUI untuk disidangkan dalam majelis fatwa.

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement