Rabu 18 Sep 2019 04:50 WIB

Industri Kakao Sumbang Devisa 1,13 Miliar Dolar AS

Industri pengolahan kakao sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan.

Petani memilah kakao pada masa akhir musim panen di lahan tanaman kakao sekitar Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu (PPKIPKT) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (24/7/2019).
Foto: Antara/Harviyan Perdana Putra
Petani memilah kakao pada masa akhir musim panen di lahan tanaman kakao sekitar Pusat Pengembangan Kompetensi Industri Pengolahan Kakao Terpadu (PPKIPKT) di Kabupaten Batang, Jawa Tengah, Rabu (24/7/2019).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Perindustrian (Kemenperin) mencatat produk-produk kakao olahan mayoritas atau sebanyak 85 persen dari total produksi 328.329 ton menyumbang devisa hingga 1,13 miliar dolar AS. Sedangkan sisanya yang dipasarkan di dalam negeri sebesar 58.341 ton pada 2018.

Pemerintah telah menetapkan industri pengolahan kakao sebagai salah satu sektor yang diprioritaskan pengembangannya sesuai Rencana Induk Pembangunan Industri Nasional (RIPIN) tahun 2015-2035. “Apalagi industri pengolahan kakao juga merupakan bagian dari industri makanan dan minuman yang menjadi andalan dalam peta jalan Making Indonesia 4.0. Sektor ini juga banyak melibatkan Industri Kecil dan Menengah (IKM),” kata Menteri Perindustrian (Menperin) Airlangga Hartarto lewat keterangannya di Jakarta, Selasa (17/9).

Baca Juga

Menperin menegaskan pengembangan hilirisasi industri pengolahan kakao nasional diarahkan untuk menghasilkan bubuk cokelat atau kakao, lemak cokelat atau kakao, makanan dan minuman dari cokelat, suplemen, pangan fungsional berbasis kakao, serta kosmetik dan farmasi.

Saat ini Indonesia merupakan negara pengolah produk kakao olahan ke-3 dunia setelah Belanda dan Pantai Gading. Industri pengolahan kakao nasional telah menghasilkan produk cocoa liquor, cocoa butter, cocoa cake, dan cocoa powder.

“Sebagai salah satu negara produsen biji kakao, Indonesia telah mempunyai 20 perusahaan industri pengolahan kakao. Kami terus mendorong peningkatan utilisasinya, seiring juga memacu produktivitas biji kakao di dalam negeri untuk menjaga pasokan bahan bakunya,” kata Menperin.

Menurut data International Cocoa Organization (ICCO), Indonesia menempati urutan ke-6 sebagai produsen biji kakao terbesar di dunia setelah Pantai Gading, Ghana, Ekuador, Nigeria, dan Kamerun dengan volume produksi mencapai 220.000 ton sepanjang tahun 2018.

“Untuk mengembangkan industri pengolahan kakao dan meningkatkan nilai tambahnya, pemerintah mendorong pengembangan industri hilir kakao yaitu makanan berbasis kakao dan cokelat,” tuturnya.

Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendorong promosi produk olahan kakao dan cokelat Indonesia guna meningkatkan konsumsi dalam negeri.

Lebih lanjut, industri pengolahan kakao dinilai masih bakal terus tumbuh dan berkembang, karena produknya telah menjadi bagian dari gaya hidup masyarakat saat ini.

“Contohnya seperti kopi, bisa juga didorong kafe khusus cokelat. Oleh karena itu harus terus kita dorong sektornya. Sebab, Indonesia punya potensi yang sangat besar,” ungkap Menperin.

sumber : Antara
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement