REPUBLIKA.CO.ID, KABUL -- Presiden Afghanistan Ashraf Ghani ingin mengambil alih proses perundingan damai dengan Taliban. Menurut dia, kesepakatan yang nyaris tercapai dengan Amerika Serikat (AS) terlalu menguntungkan kelompok tersebut.
Ghani dilaporkan telah membaca draf kesepakatan yang dibuat AS dan Taliban. Dia dan beberapa pejabat Afghanistan yang membacanya gusar dan terguncang. Utusan Khusus AS untuk Rekonsiliasi Afghanistan Zalmay Khalilzad juga turut hadir saat itu.
“Apakah (draf kesepakatan) ini tidak terlihat seperti menyerah kepada Taliban?” tanya Ghani kepada Khalilzad, menurut sumber yang turut hadir di ruangan bersama mereka.
“Ini adalah kesepakatan terbaik yang pernah kita miliki,” ujar Khalilzad menjawab pertanyaan Ghani.
Setelah itu, Ghani pun menyatakan dia akan mengambil alih proses perundingan dengan Taliban yang selama ini menolak berbicara langsung dengan pemerintah. “Sekarang, pengelolaan proses perdamaian, perencanaan, dan implementasinya adalah satu-satunya tugas Pemerintah Afghanistan. Saya akan menerapkannya,” ujar Ghani.
Departemen Luar Negeri AS menolak mengomentari pertemuan antara Ghani dan Khalilzad. Khalilzad pun tidak bersedia memberikan keterangan terkait hal itu.
Menurut para pejabat Afghanistan dan diplomat Barat yang mengikuti perundingan dengan cermat, terhentinya pembicaraan dengan Taliban telah merusak kredibilitas Khalilzad. Masa depannya diragukan dan masih belum jelas apakah pembicaraan dapat dihidupkan kembali.
Jika perundingan dilanjutkan, para pejabat Afghanistan berpendapat, format Khalilzad untuk mengadakan negosiasi terpisah dengan Taliban sebagai langkah awal untuk pembicaraan selanjutnya antara pihak dalam konflik Afghanistan tak dapat diulang.
Sebagai gantinya, Afghanistan akan mendesak urutan yang akan melihat gencatan senjata diikuti dengan pembicaraan langsung dengan Taliban. Hal itu akan mengarah ke jaminan keamanan yang kredibel. Hanya dengan demikian pasukan AS dapat ditarik pulang.
Di bawah rancangan perjanjian dengan Taliban, sekitar 5.000 tentara AS akan ditarik. Sebagai imbalan Taliban harus menjamin Afghanistan tidak akan digunakan sebagai pangkalan kelompok milisi yang akan menyerang AS. Dengan penarikan 5.000 pasukan, AS masih memiliki 9.000 tentara di sana.
Namun pejabat senior Afghanistan mengatakan dalam rancangan perjanjian itu banyak perincian yang tak jelas tentang apa yang akan terjadi ketika AS menarik 5.000 pasukannya. “Tidak ada diskusi konkret, tidak ada, tidak ada diskusi sama sekali,” kata pejabat tersebut.
Pekan lalu, Presiden AS Donald Trump memutuskan membatalkan pertemuan dengan para pemimpin Taliban yang diagendakan digelar di Camp David, Maryland. Keputusan itu diambil setelah Taliban mengaku bertanggung jawab atas serangan bom bunuh diri di Ibu Kota Afghanistan Kabul. Sebanyak 12 orang tewas dalam insiden itu, termasuk satu tentara AS. Setelah membatalkan pembicaraan dengan Taliban, Trump mengungkapkan rencana untuk bertemu Ashraf Ghani.
Sejak tahun lalu, AS telah menjalin negosiasi dengan Taliban. Permasalahan utama yang mereka bicarakan adalah tentang penarikan pasukan AS dari Afghanistan. Militer AS diketahui merupakan sekutu utama Pemerintah Afghanistan dalam memerangi Taliban.
Selain melatih para tentara Afghanistan, militer AS kerap melakukan serangan udara ke basis-basis kekuasaan Taliban. Militer AS telah berada di sana selama sekitar 18 tahun.