REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) menyatakan kasus suap dan gratifikasi terkait Penyaluran Bantuan kepada KONI Tahun Anggaran 2018 merugikan atlet. Korupsi anggaran ini pun berdampak buruk bagi masa depan Indonesia.
Wakil Ketua KPK Alexander Marwata mengatakan anggaran bantuan untuk KONI pada tahun lalu seharusnya dapat meningkatkan prestasi atlet dan kapasitas para pemuda Indonesia. "Anggaran yang seharusnya digunakan untuk memajukan prestasi atlet dan meningkatkan kapasitas pemuda-pemuda Indonesia malah dikorupsi, dampaknya akan sangat buruk untuk masa depan bangsa," kata Alexander di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/9).
Ia menegaskan suap, gratifikasi, dan ketidakpatuhan melaporkan gratifikasi mengganggu upaya pemerintah mencapai tujuannya. Apalagi, bidang olahraga dan kepemudaan merupakan sektor krusial mengingat Indonesia akan mengalami bonus demografi pada 2045.
Untuk iu, KPK menyesalkan kasus korupsi yang tidak turut menjerat Menteri Pemuda dan Olahraga (Menpora) Imam Nahwari. "Apalagi kali ini dilakukan oleh pucuk pimpinan teratas dalam sebuah kementerian yang dipercaya mengurus atlet dan pemuda Indonesia," kata dia.
Sebelumnya, terkait kasus ini, KPK menyidik Sekertaris Jenderal KONI, Ending Fuad Hamidy; Bendahara Umum KONI, Jhonny E Awuy; Deputi IV Kemenpora Mulyana, Pejabat Pembuat Komitmen, Adhi Purnomo dan Staf Kemenpora Eko Triyanto. Ending dan Jhony telah diputus bersalah Pengadilan Tipikor Jakarta, sementara tiga lainnya masih menjalani persidangan.
Kemudian, KPK melakukan pengembangan kasus ini dan menetapkan Imam sebagai tersangka dugaan suap pada hari ini. Imam ditetapkan sebagai tersangka bersama Miftahul, yang telah ditahan pada pekan lalu.
KPK menduga Menteri Pemuda dan Olahraga Imam Nahrawi menerima uang sejumlah Rp 26,5 miliar dalam dugaan suap Penyaluran Bantuan kepada KONI Tahun Anggaran 2018. Penyidik KPK menduga uang itu merupakan biaya komitmen (commitment fee) atas pengurusan proposal hibah yang diajukan oleh pihak KONI kepada Kemenpora tahun anggaran 2018.
"Penerimaan terkait Ketua Dewan Pengarah Satlak Prima dan penerimaan lain yang berhubungan dengan jabatan IMR (Imam Nahrawi) selaku Menpora," kata Wakil Ketua KPK Alexander Marwata di Gedung KPK Jakarta, Rabu (18/9).
Alex menjelaskan penyidik menduga Imam selaku Menpora telah menerima uang sejumlah Rp 14,7 miliar dalam rentang 2014-2018. Penerimaan itu dilakukan melalui Miftahul Ulum, yang merupakan asisten pribadi Imam Nahrawi.
Selain penerimaan uang tersebut, Imam juga diduga meminta uang sejumlah total Rp 11,8 miliar dalam rentang waktu 2016-2018. "Uang tersebut diduga digunakan untuk kepentingan pribadi Menpora dan pihak Iain yang terkait," kata Alexander.