REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Markas Pusat Tentara Pembebasan Nasional Papua Barat Organisasi Papua Merdeka (TPNPB-OPM) mengeluarkan versi berbeda terkait kontak senjata antara pasukan gabungan TNI-Polri di Kampung Olenki, Puncak, Papua, pada Selasa (17/9). TPNPB-OPM membantah terjadi kontak senjata antara pasukan TNI-Polri dengan KSB.
Panglima TPNPB-OPM Brigjen Militer Murib mengatakan peristiwa yang terjadi adalah serangan sepihak personel keamanan Indonesia di kampung tersebut. Bahkan, ia mengatakna, serangan itu menggunakan persenjataan militer berat dan serbuan lewat udara.
“Serangan ini telah menghancurkan kampung, (dan menyebabkan) banyak korban jiwa,” kata dia dalam rilis yang diterima Republika.co.id, pada Kamis (19/9).
Ia mengatakan serangan militer Indonesia itu dilakukan ketika masyarakat setempat dalam persiapan untuk mengakhiri konflik adat dari perang suku yang pernah terjadi di wilayah tersebut. “Akibatnya masyarakat lari ke hutan dan juga ada banyak yang telah menjadi korban penembakan oleh militer dan polisi Indonesia,” begitu kata Murib.
Akibat serangan militer itu, ada tujuh korban jiwa dari kalangan masyarakat biasa. Satu nama korban meninggal dunia yang sudah diidentifikasi oleh TPNPB-OPM, adalah Pekiman Wonda.
Ia mengatakan Pekiman Wonda adalah laki-laki yang diketahui sebagai anggota Pamong Praja. Sedangkan enam korban jiwa lainnya masih diidentifikasi.
Dia mengatakan, masyarakat setempat pun mengantarkan jenazah korban ke Kabupaten Puncak untuk meminta pertanggungjawaban dari TNI dan Polri. Atas kejadian sepihak militer Indonesia itu, TPNPB-OPM pun mendesak agar Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM) Indonesia melakukan penyelidikan di Kabupaten Puncak.
TPNPB-OPM juga meminta Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB) mengirimkan tim pelaporan dan investigasi ke Ilaga, Kabupaten Puncak. Saat ini, TPNPB-OPM menatatakan, Kabupaten Puncak sebagai zona darurat operasi milier Indonesia.