REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peneliti Forum Masyarakat Peduli Parlemen (Formappi) Lucius Karus meragukan aspek kualitas Undang-undang yang dihasilkan DPR dari RUU yang pembahasannya hanya sekejap bisa dipertanggungjawabkan. Lucius mengungkap demikian, setelah DPR mengesahkan Revisi UU KPK yang baru dibahas dua kali oleh DPR dan Pemerintah.
DPR juga menargetkan pengesahan RUU lainnya seperti RUU Pemasyarakatan, RUU RKUHP, RUU Pesantren yang disebut pembahasannya di detik-detik akhir jabatan DPR periode 2014-2019.
"Aspek kualitas RUU yang dikebut sekejap pasti sulit dipertanggungjawabkan," ujar Lucius kepada wartawan, Jumat (20/9).
Lucius juga meyakini produk legislasi yang dihasilkan tidak akan selaras dengan keinginan masyarakat. Ini karena, proses tahapan sosialisasi atas RUU tersebut tidak dilakukan. Bahkan, beberapa RUU seperti RUU KPK dan RUU MD3 mengabaikan aspirasi publik.
"Bagaimana menjelaskan apa yang diputuskan DPR selaras dengan keinginan masyarakat jika tahapan sosialisasi dilewati begitu saja. Padahal tahapan pembahasan RUU selalu mesti didahului dengan sosialisasi ke masyarakat untuk menyerap aspirasi," kata Lucius.
Ia juga menyoroti kinerja atraktif DPR di akhir periode jabatan hanya untuk RUU tertentu. Dua RUU yang disahkan, UU KPK dan MD3 bahkan, menurut Lucius, bukan merupakan RUU yang sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2015.
Sementara DPR baru menyelesaikan 28 RUU dari 189 RUU yang sudah ditetapkan dalam program legislasi nasional (prolegnas) sejak 2015.
"Dalam sepekan mereka bahkan bisa membabat habis dua revisi UU yang perencanaannya tak jelas, tiba-tiba direncanakan, disetujui untuk dibahas, dibahas lalu SAH. Sedangkan RUU prolegnas yang ditetapkan sejak 2015, dibahas berkali-kali, tak juga selesai hingga akan berakhirnya periode," ujar Lucius.
Ia mengungkap, RUU yang pembahasannya berlarut-larut dan tak kunjung selesai, antara lain RUU RKUHP, RUU Jabatan Hakim, RUU Larangan Minuman Beralkohol, RUU Penghapusan Kekerasan Seksual (PKS). Menurut Lucius, sebagian RUU tersebut kerap berlarut-larut pembahasannnya dari tahun ke tahun.
"Menyedihkan sekali melihat fakta itu. DPR terlihat kedodoran dan lemah dengan hasil RUU yang terlampau minim itu," ujar Lucius.