Jumat 20 Sep 2019 15:41 WIB

Mu'ti: Definisi Pesantren Sumber Masalah RUU Pesantren

Definisi pesantren hanya beri ruang pada model pesantren tradisional dan mu'allimin.

Rep: Umar Mukhtar/ Red: Teguh Firmansyah
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti
Foto: Republika TV/Havid Al Vizki
Sekretaris Jenderal (Sekjen) PP Muhammadiyah, Abdul Mu’ti

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Sekretaris Umum Pimpinan Pusat Muhammadiyah Abdul Mu'ti menyatakan definisi pesantren menjadi salah satu sumber masalah dalam Rancangan Undang-Undang (RUU) Pesantren. Bagi Muhammadiyah, definisi pesantren dalam RUU tersebut hanya memberi ruang pada model sistem pesantren tradisional dan mu'allimin.

"Justru di situ (definisi pesantren dalam RUU Pesantren) salah satu sumber masalahnya. Definisi yang sekarang hanya mengakomodasi dua model sistem pesantren, yaitu tradisional dan mu'allimin," kata Abdul Mu'ti saat dikonfirmasi Republika.co.id, Jumat (20/9).

Baca Juga

Karena itu, Mu'ti menambahkan, Muhammadiyah mengusulkan tambahan model sistem pesantren yang integral, yakni pesantren yang terintegrasi dengan sistem sekolah atau madrasah formal.

Selain itu, menurut Mu'ti, potensi masalah lain dalam RUU Pesantren terkait istilah kiai. "Ini istilah yang sangat Jawa. Padahal, banyak juga istilah lain seperti buya, tuan guru, ustaz, dan lain-lain," katanya.

Masalah selanjutnya masih terkait istilah kiai, yaitu dari sisi latar belakang pendidikan. "Dalam RUU Pesantren disebutkan, kiai adalah mereka yang lulusan pesantren. Persyaratan tersebut bisa jadi sumber masalah baru," ucap dia.

RUU Pesantren telah disepakati oleh Komisi VIII DPR dan Pemerintah melalui Kementerian Agama pada rapat kerja di Komisi VIII, Kamis (19/9) kemarin. Dengan demikian, RUU tersebut selanjutnya akan dibawa ke rapat peripurna untuk disahkan.

PP Muhammadiyah telah mengirimkan surat permohonan penundaan pengesahan RUU Pesantren pada 17 September lalu yang ditujukan kepada Ketua DPR RI Bambang Soesatyo. Surat permohonan itu ditandatangani oleh Ketua PP Muhammadiyah Busyro Muqoddas dan Sekretaris Umum PP Muhammadiyah Abdul Mu'ti.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
يَسْتَفْتُوْنَكَۗ قُلِ اللّٰهُ يُفْتِيْكُمْ فِى الْكَلٰلَةِ ۗاِنِ امْرُؤٌا هَلَكَ لَيْسَ لَهٗ وَلَدٌ وَّلَهٗٓ اُخْتٌ فَلَهَا نِصْفُ مَا تَرَكَۚ وَهُوَ يَرِثُهَآ اِنْ لَّمْ يَكُنْ لَّهَا وَلَدٌ ۚ فَاِنْ كَانَتَا اثْنَتَيْنِ فَلَهُمَا الثُّلُثٰنِ مِمَّا تَرَكَ ۗوَاِنْ كَانُوْٓا اِخْوَةً رِّجَالًا وَّنِسَاۤءً فَلِلذَّكَرِ مِثْلُ حَظِّ الْاُنْثَيَيْنِۗ يُبَيِّنُ اللّٰهُ لَكُمْ اَنْ تَضِلُّوْا ۗ وَاللّٰهُ بِكُلِّ شَيْءٍ عَلِيْمٌ ࣖ
Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah, “Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu), jika seseorang mati dan dia tidak mempunyai anak tetapi mempunyai saudara perempuan, maka bagiannya (saudara perempuannya itu) seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mewarisi (seluruh harta saudara perempuan), jika dia tidak mempunyai anak. Tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki-laki dan perempuan, maka bagian seorang saudara laki-laki sama dengan bagian dua saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, agar kamu tidak sesat. Allah Maha Mengetahui segala sesuatu.”

(QS. An-Nisa' ayat 176)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement