REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Eksekutif Institute for Criminal Justice and Reform (ICJR), Anggara Suwahju, mengatakan Presiden Joko Widodo (Jokowi) harus segera membentuk Komite Ahli Pembaharuan Hukum Pidana setelah permintaan penundaan pengesahan RKUHP resmi disampaikan. Komite ini harus beranggotakan seluruh elemen masyarakat.
Anggara menyampaikan apresiasi atas sikap Presiden yang meminta penundaan pengesahan RKUHP. ''Atas sikap Presiden Jokowi tersebut, ICJR memberikan apresiasi terhadap langkah ini. Langkah ini, menurut ICJR, adalah sebuah langkah yang tepat mengingat dalam draft RKUHP yang ada sekarang masih perlu dibahas dan terus diperbaiki," ujar Anggara dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (20/9).
Terhadap hal tersebut, ICJR mendorong Presiden untuk segera membentuk Komite Ahli Pembaruan Hukum Pidana yang melibatkan seluruh elemen masyarakat. Mereka antara lain akademisi dan ahli dari seluruh bidang ilmu yang terkait seperti kesejahteraan sosial, ekonomi, kesehatan masyarakat serta masyarakat sipil.
"Keberadaan Komite tersebut, penting untuk dapat menjaga kebijakan hukum pidana yang dibuat di dalam pemerintahan ini supaya selalu sejalan dengan prinsip - prinsip demokrasi konstitusional dan dibahas secara komprehensif yang mendapatkan dukungan luas dari masyarakat," tegas Anggara.
Sebelumnya, Presiden Jokowi dalam konferesi pers pukul 14.33 WIB, Jumat menyatakan telah memerintahkan Menteri Hukum dan HAM, Yasonna Hamonangan Laoly, selaku wakil Pemerintah untuk menyampaikan kepada DPR agar pengesahan RKUHP ditunda. Selain itu, Presiden juga meminta pengesahan RKUHP tidak dilakukan DPR pada periode 2014-2019 ini.
Lebih lanjut, Presiden memohon agar DPR dapat mengambil sikap yang sama dengan Pemerintah berkaitan dengan penundaan pengesehan ini. Di dalam pidatonya Presiden Joko Widodo juga memerintahkan agar Menteri Hukum dan HAM menerima masukan dari seluruh pihak dalam pembahasan RKUHP di periode selanjutnya.