Sabtu 21 Sep 2019 07:31 WIB

Sama dengan Jokowi, Ma'ruf Dukung Revisi UU KPK

Ma'ruf Imbau Masyarakat Bijak Sikapi Polemik KPK

Rep: ITA NINA WINARSIH DIAN ERIKA NUGRAHENY / Red: Muhammad Subarkah
Ma'aruf Amien
Foto: Antara
Ma'aruf Amien

REPUBLIKA.CO.ID, PURWAKARTA -- Wakil presiden terpilih periode 2019-2024 KH Ma'ruf Amin angkat suara mengenai polemik revisi UU Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Ma'ruf menyarankan semua pihak menyampaikan pendapatnya secara baik dan sesuai aturan. Kiai Ma'ruf mengatakan, perbedaan pendapat merupakan hal biasa. Pihak-pihak yang merasa keberatan, kata dia, bisa melakukan gugatan melalui Mahkamah Konstitusi (MK).

"Saya, serahkan pada mekanismenya. Salurkan pendapat dan keberatan dengan baik, sesuai aturan konstitusi serta perundang-undangan," kata Kiai Ma'ruf di sela-sela acara rapat pleno PBNU 2019 di Ponpes al-Muhajirin, Purwakarta, Jumat (20/9).

Kiai Ma'ruf mendukung revisi UU KPK. Menurut dia, revisi UU KPK bisa menguatkan lembaga antirasuah tersebut. \"Tujuan revisi UU KPK untuk memperkuat lembaga tersebut. Meskipun mungkin ada perbedaan sehingga menimbulkan pro dan kontra di kalangan masyarakat,\ ujarnya.

Ketua Mahkamah Konstitusi (MK) Anwar Usman telah menyatakan bahwa MK siap menerima gugatan UU KPK yang sudah direvisi. Menurut dia, setiap UU yang akan diuji materi (judicial review) di MK pasti akan diterima, disidangkan, dan diputuskan hakim.

Anwar melanjutkan, hal tersebut juga berlaku bagi gugatan terhadap UU lainnya. Ini karena pada akhir masa jabatan DPR RI periode 2014-2019, para dewan mengesahkan sejumlah revisi UU yang kemungkinan akan diuji materi ke MK.

Kalangan masyarakat sipil tengah menyiapkan amunisi untuk menggugat Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang baru saja direvisi oleh DPR dan pemerintah. Tidak hanya ke MK, UU KPK yang baru juga akan digugat ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN).

Aksi unjuk rasa terkait UU KPK tak hanya dilakukan bagi mereka yang menolak. Aksi juga dilakukan oleh kelompok yang menyatakan dukungan. Namun, mereka yang mendukung revisi UU KPK justru melakukan aksi yang berujung ricuh.

Kemarin, Pergerakan Mahasiswa Islam Indonesia (PMII) datang dengan seragam almamater berwarna biru di depan Gedung Merah Putih KPK, Jalan Kuningan Persada, Jakarta Selatan. Mereka datang untuk mendukung pengesahan UU KPK oleh DPR dan menuntut agar pimpinan KPK yang sekarang keluar dari jabatannya.

Mereka membawa atribut bendera berwarna kuning. Salah satu dari mereka berorasi di atas mobil dengan pengeras suara. Pada pukul 17.20 WIB, massa melemparkan telur ke gedung KPK. Tak lama berselang, mereka pun membakar ban yang menyebabkan asap berwarna hitam karena disiram bensin secara langsung dengan jumlah yang banyak.

Koordinator Aksi Nasional Muhammad Syarif Hidayatullah mengatakan, aksinya hari ini karena ia menuntut tiga poin untuk KPK, salah satunya mendukung pengesahan UU KPK oleh DPR.

"Meminta KPK untuk tidak menjadi alat politik, percepat pelantikan pemimpin KPK terpilih dan mendukung pengesahan UU KPK oleh DPR,\" kata dia.

Berdasarkan pantauan Republika, aksi demonstrasi berujung ricuh. Massa bertengkar dengan aparat keamanan. Para demonstran tampak mengamuk dan berteriak kepada aparat keamanan. Namun, pihak kepolisian berhasil mengatasi kondisi tersebut sehingga massa membubarkan diri. Kondisi serupa juga pernah terjadi saat para pegawai KPK memulai serangkaian aksi menolak revisi UU KPK dan seleksi capim KPK. Massa membakar karangan bunga KPK dan mencopot kain hitam.

Di Medan, Sumatra Utara, ratusan mahasiswa yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Pergerakan se-Kota Medan menggelar aksi unjuk rasa di depan gedung Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Sumatra Utara, Jumat. Aksi ini sebagai bentuk penolakan terhadap revisi UU KPK.

Mereka menilai revisi UU KPK justru melemahkan KPK dengan adanya peraturan berlebihan terhadap kewenangan penyadapan, kewenangan penuntutan, dan dewan pengawas.

"Kami yakin kalau operasi penyadapan dibatasi, maka operasi tangkap tangan akan sulit dilakukan,\" ujar Muhammad Juliandi Arisha selaku koordinator lapangan. Mereka menyuarakan aspirasinya sambil mengibarkan bendera Merah Putih.

Direktur Imparsial Al Araf mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang (perppu) untuk membatalkan UU KPK. Penerbitan perppu, kata dia, sangat dimungkinkan karena pernah ada preseden atas kondisi serupa, yaitu perppu tentang pilkada yang membatalkan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR karena mendapat penolakan dari masyarakat.

"Perppu KPK sebagai upaya penyelamatan masa depan pemberantasan korupsi,\" kata Al Araf dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan, Jumat (20/9). Dia mengatakan, Perppu KPK harus membatalkan UU KPK yang baru disahkan oleh DPR dan mengembalikan pengaturan tentang lembaga antirasuah tersebut pada aturan hukum sebelumnya.

Al Araf menyebut, UU KPK hasil revisi cacat formal karena dilakukan tanpa proses yang partisipatif dan tidak termasuk dalam Prolegnas Prioritas tahun 2019. Imparsial menilai, pembahasan revisi UU KPK cenderung dilakukan secara tergesa-gesa. Padahal, prinsip utama dalam pembuatan perundang-undangan harus dilakukan secara transparan dan partisipasif.

"Secara substansi, UU KPK akan melemahkan upaya pemberantasan korupsi yang sudah berjalan," ujar Al Araf menegaskan.

DPR bekerja supercepat dalam merevisi Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. Baru dua kali melakukan pembahasan di panitia kerja dan rapat kerja, DPR resmi mengetok palu mengesahkan RUU KPK menjadi undang-undang pada rapat paripurna ke-9 Masa Persidangan I 2019-2020, Selasa (17/9).

Juru Bicara KPK Febri Diansyah menegaskan, KPK tetap menjalankan tugas sebagaimana diatur dalam UU Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK. \"Kami pastikan lima pimpinan KPK juga tetap sah dalam mengambil kebijakan sampai ada pemberhentian oleh Presiden Republik Indonesia,\" kata dia, Jumat (20/9).

Febri mengatakan, hal tersebut berdasarkan pada Pasal 32 Ayat (3) UU KPK yang mengatur bahwa pemberhentian sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dan ayat (2) ditetapkan oleh Presiden Republik Indonesia. Sementara terkait jangka waktu, pimpinan memegang jabatan ditegaskan pada Pasal 34 UU KPK, yaitu pimpinan KPK memegang jabatan selama empat tahun dan dapat dipilih kembali hanya untuk sekali masa jabatan.

"Saat ini, tugas-tugas penindakan dan pencegahan terus dilakukan KPK di bawah kepemimpinan satu orang, ketua dan empat wakil ketua KPK,\" ujar dia.

Selain proses penyelidikan dan penyidikan baru, KPK akan terus melakukan pemeriksaan saksi-saksi, pelarangan ke luar negeri, penggeledahan, penyitaan, hingga penetapan tersangka baru. "Kemudian, melakukan proses persidangan dan eksekusi karena pemberantasan korupsi tidak boleh berhenti."

 

Febri menyampaikan terima kasih kepada masyarakat yang terus bergerak di seluruh Indonesia, termasuk mahasiswa yang tetap mengawal pemberantasan korupsi karena upaya pemberantasan korupsi adalah tanggung jawab bersama. \"Kami tidak sedang hanya menjaga KPK, tetapi juga sedang merawat harapan untuk Indonesia yang lebih baik tanpa korupsi ke depan,\" kata dia. n haura hafizhah/antara ed: satria kartika yudha

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement