REPUBLIKA.CO.ID, Warga di Provinsi Riau semakin mengkhawatirkan kondisi anak-anak mereka karena kabut asap tak kunjung hilang. Para perantau di Tanah Lancang Kuning pun memilih pulang ke kampung halaman demi mencari tempat berlindung.
Salah satunya adalah Yovan (30 tahun). Yovan sehari-hari berprofesi sebagai pedagang di Kecamatan Kandis, Kabupaten Siak, Riau. Yovan sudah pindah ke Kandis sejak dua tahun lalu. Sebelumnya, ia bermukim di Kota Pekanbaru.
Karena kabut asap tak kunjung hilang, Yovan memutuskan menutup tokonya. Ia memboyong istri dan anaknya yang baru berusia enam bulan pulang ke kampungnya di Kota Payakumbuh, Sumatra Barat. "Riau tidak aman buat bayi kami. Sebaiknya pulang kampung dulu,\" kata Yovan kepada Republika, Jumat (20/9).
Yovan khawatir kabut asap akan menurunkan kesehatan bayinya. Apalagi, pada Rabu (18/9), ada peristiwa bayi berusia tiga hari yang meninggal diduga karena terdampak kabut asap.
Sebenarnya, kata Yovan, kondisi udara di Payakumbuh juga tidak terlalu bersih. Sebab, Sumbar turut terdampak kabut asap. Akan tetapi, Yovan merasa mudik ke Payakumbuh terasa lebih aman karena kota tersebut berada di ketinggian yang memiliki banyak pepohonan rindang. \"Lebih aman saja rasanya ke Payakumbuh,\" ujar Yovan.
Rio (37) juga akan pulang kampung ke Kota Bukittinggi akhir pekan ini. Rio sudah merencanakan memboyong anggota keluarganya keluar dari Kota Pekanbaru sejak pekan lalu.
Namun, pria yang juga berprofesi sebagai pedagang ini sempat ragu karena beredar informasi bahwa aktivitas sekolah akan kembali dimulai pekan ini. Tapi ternyata, sekolah masih diliburkan dan belum ada informasi pasti waktu kegiatan belajar mengajar kembali digelar.
"Akhir pekan ini kami pulang saja ke kampung. Nanti urusan sekolah lihat bagaimana saja informasi pasti. Yang penting anak-anak tidak setiap hari berhadapan dengan kabut asap ini," ucap Rio melalui sambungan telepon. Rio mengungkapkan, ada banyak kenalan dan teman-temannya memilih mengungsi keluar daerah karena tidak tahan lagi dengan kabut asap yang belum mereda.
Menteri Kesehatan (Menkes) Nila F Moeloek mengaku belum mendapatkan laporan mengenai bayi yang meninggal dunia diduga akibat paparan kabut asap karhutla di Kota Pekanbaru, Riau. \"Saya belum dapat laporannya,\" ujar Nila saat ditemui seusai mengisi Dialog Sosialisasi Kebijakan Kementerian Kesehatan terkait GERMAS dalam rangkaian Hari Kesehatan Nasional (HKN) yang ke-55, di Jakarta, Jumat (20/9).
Oleh karena itu, Nila enggan berkomentar banyak mengenai hal ini, termasuk ihwal diagnosis dokter bahwa kematian bayi malang itu akibat kabut asap. Pihaknya ingin menelusuri terlebih dahulu penyebab meninggalnya bayi tersebut. \"Kami lihat dulu,\" katanya.
Seorang bayi dari pasangan suami istri, Evan Zendrato dan Lasmayani Zega, meninggal dunia pada Rabu (18/9) malam. Lahir dalam keadaan normal dan sehat, bayi berusia tiga hari tersebut meninggal sebelum diberi nama. Evan, bapak kandung bayi, di Pekanbaru, Kamis (20/9), mengatakan, anak pertamanya itu belum sempat diberi nama karena sudah telanjur meninggal. Bayi seberat 2,8 kilogram itu sempat menderita batuk, demam tinggi hingga 41 derajat Celsius, hingga pilek sebelum mengembuskan napas terakhirnya.
"Dokter bilang anak saya terdampak virus akibat kabut asap," ujar Evan. Bayi itu meninggal saat dalam perjalanan menuju ke Rumah Sakit Syafira, Pekanbaru.
Menkes Nila meminta warga yang berada di wilayah terdampak karhutla untuk memasang kain dakron basah dan //exhausted fan// dalam sebuah ruangan. Upaya ini untuk mengurangi dampak pencemaran udara akibat kabut asap karhutla. Nila mengakui, karhutla menimbulkan kabut asap dan mengakibatkan penyakit infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) yang membahayakan untuk manusia.
"Kalau bisa warga membuat ruangan tanpa asap, yaitu satu ruangan yang ditutup kain dakron basah dan dipasang di jendela-jendelanya supaya partikel polutan itu menempel,\" ujarnya. Sementara, keberadaan exhausted fan diperlukan untuk mempercepat sirkulasi dan mengeluarkan udara yang sudah terkontaminasi kabut asap.
Nila menegaskan, Kemenkes dan dinas kesehatan daerah sudah mengoperasikan pos kesehatan di Kalsel, Riau, Jambi, Kalteng. Kemenkes juga menyiagakan pusat kesehatan masyarakat (puskesmas) 24 jam untuk memberikan pelayanan kesehatan kepada masyarakat terdampak. \"Kami juga telah mendirikan rumah singgah yang dilengkapi dengan penjernih udara.\"
RS terdampak
Kabut asap di Riau turut berdampak pada Rumah Sakit Umum daerah (RSUD) Petalama Bumi di Kota Pekanbaru. Asap karhutla terasa sampai ke dalam ruangan RS.
“Bisa dilihat kan agak berkabut di dalam sini (rumah sakit), asap sampai terasa ke dalam. Makanya, kita harus tetap pakai masker di dalam ruangan,” kata Direktur Utama RSUD Petala Bumi Eka Y Ningsih, di Pekanbaru, Kamis.
Berdasarkan pantauan, mayoritas pegawai dan perawat yang bersiaga di lantai satu tempat informasi dan pendaftaran pasien terpaksa mengenakan masker. Pemandangan yang sama terlihat di ruang rawat inap pasien di lantai dua. Manajemen RSUD pun harus menyiagakan ruang evakuasi bagi pegawai di lantai dua.
Eka mengatakan, ruang unit gawat darurat (UGD) rumah sakit milik Pemprov Riau tersebut dijadikan posko kesehatan bagi korban terpapar kabut asap karhutla sejak 14 September lalu. Ratusan warga sudah mendatangi layanan tersebut. Tercatat ada 188 pasien menderita infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) dan 36 pasien asma.
Posko tersebut disiagakan selama 24 jam. Sebagian besar warga yang datang mengalami sesak napas dan harus diobati dengan alat nebulizer. “Kalau saya perhatikan, lebih banyak pasien manula yang datang untuk mendapat perawatan,” kata Eka.
Dari ratusan pasien tersebut, dua di antaranya masih bayi. Salah satunya bernama Darisa Tibyan yang dirujuk dari Puskesmas Rumbai karena diare dan ISPA. Ia mengatakan, banyak warga tidak menyadari betapa bahayanya jerebu karhutla bagi kesehatan. Karena itu, warga banyak jatuh sakit, apalagi asap sudah menyelimuti Pekanbaru selama sebulan terakhir.
“Asap ini partikelnya sangat kecil sehingga bisa langsung masuk ke paru-paru. Daya tahan tubuh jadi menurun, apalagi buat bayi, manula, hamil, sangat rentan. Asap juga memicu penyakit kambuh, seperti asma. Sedangkan untuk jangka panjangnya, paru-paru kita jadi tidak kuat,” ujarnya. n antara ed: satria kartika yudha