LENGKONG, AYOBANDUNG.COM—Bosan mengisi waktu akhir pekan dengan sekadar berjalan-jalan di mal atau nongkrong di kafe? Anda bisa mencoba pengalaman baru dengan berkunjung ke sejumlah desa adat di Jawa Barat.
Tak hanya untuk wisata, mengunjungi tempat-tempat ini juga merupakan sarana pembelajaran untuk dapat memahami kehidupan masyarakat Jawa Barat dengan lebih luas. Nilai-nilai keluhuran adat yang masih dipegang oleh setiap warganya menjadi daya tarik tersendiri, sekaligus merupakan sesuatu yang harus dihormati.
Ayobandung.com merangkum 4 kampung adat di Jawa Barat yang dapat Anda kunjungi:
1. Kampung Pulo
Kampung Pulo merupakan perkampungan yang terletak di tengah kawasan Situ Cangkuang, Garut. Menurut cerita rakyat yang berkembang, awalnya masyarakat di kampung ini menganut agama Hindu sampai kedatangan Mbah Dalem Arif Muhammad. Ia yang menolak untuk kembali ke Mataram setelah kekalahannya dalam melawan Belanda kemudian menyebarkan agam Islam di lingkungan masyarakat Kampung Pulo.
Pengaruh Islam yang kuat telah membuat seluruh warga Kampung Pulo pindah memeluk agama Islam meski tidak melepaskan beberapa ritual agama Hindu terdahulu. Beberapa pantangan dan “pamali” masih dianut oleh masyarakat sekitar sampai sekarang.
Letak Kampung Pulo berada di perbatasan antara Kota Bandung dan Kota Garut. Bila menggunakan kendaraan umum, Anda dapat menggunakan bus dari Terminal Cicaheum jurusan Garut hingga alun-alun Kecamatan Leles.
AYO BACA : Menengok Kampung Adat Cianting yang Telah Berubah Bentuk
Perjalanan dilanjutkan dengan menggunakan kendaraan angkutan pedesaan, ojeg sepeda motor, atau delman ke arah Kampung Ciakar Desa Cangkuang yang berjarak sekitar 3 km. Setelah itu, Kampung Pulo dapat diraih via rakit melalui situ atau Danau Cangkuang.
2. Kampung Sirna Resmi
Kampung Sirna Resmi terletak di Kecamatan Cisolok, Kabupaten Sukabumi. Desa ini berada pada ketinggian antara 300-600 meter di atas permukaan laut dengan bentuk permukaan bumi yang berbukit dan bergunung-gunung. Mayoritas masyarakat Sirna Resmi bekerja sebagai buruh tani di sawah ataupun ladang, pengrajin, penyadap nira, pandai besi, dan sebagainya.
Bagi para pengrajin, hasil kerajinan yang dibuat pada umumnya berupa peralatan rumah tangga dan kelengkapan memasak seperti bakul, ayakan, dan lain-lain. Anda yang tertarik mengunjungi kampung ini juga dapat mampir ke sejumlah mata air yang terdapat di sekitaran Sirna Resmi, meliputi mata air Cipanengah, Cisodong, Cidongkap, dan Cisolok.
Jarak Kampung Sirna Resmi dari Kecamatan Cisolok kurang lebih mencapai 23km. Anda dapat menggunakan bus yang melalui jalan lintas Bogor-Pelabuhan Ratu dengan jarak tempuh sekitar 4 jam.
3. Kampung Naga
Kampung Naga adalah salah satu kampung yang masih sangat memegang teguh prinsip hidup dari leluhurnya. Mereka percaya bahwa menganut dan menjalani nilai kehidupan maupun kegiatan yang bukan berasal dari budaya Kampung Naga akan membawa malapetaka.
AYO BACA : Masyarakat Adat Tangkuban Parahu Minta Erupsi Tak Diganggu
Masyarakat Kampung Naga meyakini bahwa pada Selasa, Rabu dan Sabtu, membicarakan hal-hal seputar adat istiadat mereka adalah sebuah larangan. Ini dilakukan demi menghormati nenek moyang mereka, yakni Eyang Sembah Singaparna. Selain itu, mereka juga mengimani akan adanya kekuatan tertentu yang menguasai daerah-daerah tertentu seperti wilayah perbatasan, sehingga pemberian “sajen” masih kerap dilakukan.
Kampung ini juga memiliki sejumlah tradisi kesenian seperti terbangan, angklung, bekuk hingga rengkong. Namun, tak seluruhnya masih dipertunjukkan hingga saat ini.
Kampung Naga secara administratif berada di wilayah Desa Neglasari, Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Jarak tempuh antara Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30 km.
Untuk menuju Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya, Anda harus menuruni tangga yang sudah ditembok hingga ke tepi sungai Ciwulan dengan kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Kemudian, Anda masih harus melalui jalan setapak menyusuri sungai Ciwulan sampai ke dalam Kampung Naga.
4. Kampung Urug
Masyarakat Kampung Urug meyakini bahwa mereka merupakan keturunan raja kerajaan Pajajaran, Prabu Siliwangi. Hal yang unik dari Kampung Urug salah satunya adalah bentuk arsitektur bangunan yang masih sangat menjunjung nilai kearifan lokal tanah Sunda. Di bagian bawah rumah terdapat ruang untuk menaruh padi (leuit) dan bangunan rumah yang masih mempertahankan berbentuk “julang ngapak”.
Kata “Urug” sendiri konon berasal dari kata “Guru” dengan mengubah cara baca menjadi kanan ke kiri. Untuk mencapai kampung ini, Anda dapat menggunakan kendaraan roda dua maupun roda empat. Jarak tempuh dari Kota Bandung sekitar 165 km ke arah barat.
Anda juga dapat menggunakan kendaraan umum dari pertigaan Jasinga-Leuwiliang menuju Cipatat. Setelah itu, gunakan jasa ojeg atau mobil hingga ke Kampung Urug.
AYO BACA : Kampung Cirendeu, Tetap Jaga Tradisi tapi Tidak Alergi Modernisasi