Sabtu 21 Sep 2019 13:13 WIB

Momentum Membangun Peradaban Islam

Muharram adalah bulan yang spesial bagi umat Islam.

Rep: Zahrotul Oktaviani/ Red: Agung Sasongko
Takwa (ilustrasi).
Foto: blog.science.gc.ca
Takwa (ilustrasi).

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA — Muharram adalah bulan yang spesial bagi umat Islam. Bulan Muharram men jadi salah satu bulan haram yang diistimewakan oleh Allah SWT. Bulan ini lebih spesial ka rena menjadi momentum terbaik menguatkan kerja-kerja peradaban yang merupakan visi besar Jakarta Islamic Center (JIC).

Pada Muharram 1441 Hijriyah ini, JIC mengabadikan momentum hijrah melalui kegiatan Dis kusi Islam Aktual Ibu Kota. Kegiatan ini dilaksanakan Selasa (17/9) kemarin dengan mengambil tema Spirit Muharram untuk Kebangkitan Peradaban Islam di Indonesia dan Nusantara. Dalam sambutan pembukaan, Kepala Sekretariat PPPIJ JIC Achmad Juhandi menjelaskan, tentang sejarah dan Visi Jakarta Islamic Centre sebagai Pusat Peradaban Islam.

"Visi JIC menjadi pusat peradaban Islam adalah sebuah visi besar tidak mungkin dikerjakan JIC sendiri. Ini adalah tanggung jawab bersama seluruh elemen umat Islam," ujarnya di Ruang Teater Gedung Sosbud JIC, Jakarta, Selasa (17/9). Diskusi yang dilaksanakan di ruangan megah Auditorum Ge dung Sosial Budaya ini menghadirkan empat orang pembi cara. Mereka adalah Prof DR HM Baharun, SH, MH, Prof DR H Achmad Mubarak, MA, H Harto no Limin, dan H Rakhmad Zai lani Kiki dari Divisi Pengkajian dan Pendidikan JIC.

Dalam penjelasannya, Prof Baharun banyak menjelaskan proses hijrah Rasulullah SAW. Mantan wartawan ini bercerita tentang bagaimana tangguhnya Rasulullah SAW menghadapi tekanan di Makkah. Tak lupa, dia menerangkan suasana baha gia para penduduk Madinah yang kedatangan Rasulullah SAW se telah hijrah. "Karakter Rasulullah membuat penduduk Madinah merindukannya," ujar dia.

Prof Baharun pun memberikan kesimpulan bahwa peradaban Islam yang harus diwujudkan adalah Islam rahmatan lil 'alamin. Selain itu, diperlukan pula kebersamaan, yakni ukhu wah Islamiyah, ukhuwah watho niyah, dan ukhuwah basyariyah. Ia pun menyebut, dewasa ini umat harus berhati-hati dengan tafsiran Alquran. Tafsir dan nash adalah dua hal berbeda.

Tafsir bukan berarti nash.Prof Baharun menyatakan, saat ini banyak aliran-aliran yang berlindung di balik tafsir masing-masing. Banyak yang menafsirkan Alquran secara subjektif, disesuaikan menurut afiliasi atau ideologi masing-masing. "Banyak aliran-aliran saat ini berlindung di balik tafsir maka kembali ke nash. Biarkan Alquran menafsirkan dirinya sendiri. Bukan menafsir secara subjektif," ujarnya.

Prof DR Achmad Mubarak, guru besar UI dan UIN Syarif Hidayatullah menjelaskan, manusia sebagai makhluk yang amat kompleks memproduksi budaya. Lambat laun, manusia yang disebut sebagai sebuah pertanyaan yang tak pernah selesai pun mampu membangun peradaban. Di mana dalam peradaban terdapat unsur kota atau kemajuan dalam aspek teknologi.

"Peradaban Islam pernah me mim pin dunia selama 700 tahun di era Bani Abasiyah. Namun kini, barat yang memimpin dunia," ujar dia.

Mubarok menjelaskan, pendulum peradaban kini juga tengah bergeser. Masyarakat barat yang penuh dengan materialisme berada pada titik jenuh. Dari sisi ekonomi, perang dagang antara Cina dan Amerika Serikat membuka mata dunia betapa kekuatan dunia timur kini amat nyata.

Pembicara ketiga, Ketua Yayasan Amanah Kita H Har tono Limin memaparkan tentang kawasan miniatur 99 Masjid dunia di daerah Bogor. Proyek yang diusung pengusaha mualaf ini menjadi bukti jika Indonesia bisa membangun peradaban Islam di dunia timur.

Ust Rakhmad Zailani Kiki, perwakilan dari JIC menyampaikan bahwa gagasan membangun peradaban Islam itu bagi JIC sudah ditetapkan dalam visinya menjadi Pusat Peradaban Islam. Hal ini kemudian diimplementasikan salah satunya dalam kegiatan Pendidikan Kader Peradaban Islam (PKPI).

"Program ini adalah sebuah pendidikan untuk menambah wawasan dan mendidik kader peradaban Islam masa depan. Dan, momentum Muharram ini tentunya sangat tepat untuk dijadikan jalan untuk memperkuat visi peradaban Islam JIC," ujar dia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Yuk Ngaji Hari Ini
وَلَقَدْ اَرْسَلْنَا رُسُلًا مِّنْ قَبْلِكَ مِنْهُمْ مَّنْ قَصَصْنَا عَلَيْكَ وَمِنْهُمْ مَّنْ لَّمْ نَقْصُصْ عَلَيْكَ ۗوَمَا كَانَ لِرَسُوْلٍ اَنْ يَّأْتِيَ بِاٰيَةٍ اِلَّا بِاِذْنِ اللّٰهِ ۚفَاِذَا جَاۤءَ اَمْرُ اللّٰهِ قُضِيَ بِالْحَقِّ وَخَسِرَ هُنَالِكَ الْمُبْطِلُوْنَ ࣖ
Dan sungguh, Kami telah mengutus beberapa rasul sebelum engkau (Muhammad), di antara mereka ada yang Kami ceritakan kepadamu dan di antaranya ada (pula) yang tidak Kami ceritakan kepadamu. Tidak ada seorang rasul membawa suatu mukjizat, kecuali seizin Allah. Maka apabila telah datang perintah Allah, (untuk semua perkara) diputuskan dengan adil. Dan ketika itu rugilah orang-orang yang berpegang kepada yang batil.

(QS. Gafir ayat 78)

Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement