REPUBLIKA.CO.ID, TEHERAN -- Garda Revolusi Iran mengatakan mereka siap bertempur dan menghadapi skenario apa pun. Pernyataan ini dikatakan setelah Amerika Serikat (AS) menerapkan sanksi baru terhadap Iran.
AS menganggap Iran dalang serangan ke infrastruktur minyak Arab Saudi pekan lalu. Kesepakatan nuklir 2015 atau Join Comprehensive Plan of Action (JCPOA) hampir bubar dan AS mengerahkan pasukan dan peralatan militer tambahan ke Arab Saudi.
Kepala Garda Revolusi Iran Jenderal Hossein Salami mengatakan pasukannya melakukan latihan perang dan siap untuk skenario apa pun. "Jika ada siapa pun menyeberangi perbatasan kami, kami akan tembak mereka," kata Salami, Sabtu (21/9).
Iran membantah terlibat dalam serangan 14 September. Kelompok Houthi yang didukung Iran dalam perang Yaman melawan koalisi Arab Saudi mengaku bertanggungjawab atas serangan itu.
Menteri Luar Negeri Iran Javad Zarif mengatakan serangan apa pun ke Iran akan menghasilkan perang besar-besaran. Melalui media sosial Twitter, Zarif mengatakan Arab Saudi sendiri tidak yakin tuduhan Iran yang bertanggungjawab atas serangan di kilang dan pabrik pengelolaan minyak milik Aramco.
"Jelas bahkan Arab Saudi sendiri tidak menyakini fiksi keterlibatan Iran," kata Zarif.
Zarif mengatakan serangan ke infrastruktur minyak itu sebagai serangan balasan Houthi atas intervensi Arab Saudi di Yaman. Arab Saudi sudah berperang melawan Houthi sejak 2015. PBB, negara-negara Teluk Arab, dan AS menuduh Iran memasok senjata ke Houthi. Tuduhan itu juga dibantah Iran.
Para pakar mengatakan, jika diluncurkan dari Yaman yang miskin, maka rudal yang digunakan pada serangan 14 September tidak mungkin dapat mencapai lokasi infrastruktur minyak Arab Saudi. Rudal dan drone yang digunakan dalam penyerangan itu buatan Iran, walaupun para pakar mengatakan dibutuhkan kajian yang lebih dalam untuk memastikan hal tersebut.
Salami mengatakan Iran tidak akan memulai konflik. Tapi ia memperingatkan AS dan Arab Saudi, saat ini Iran siap menghadapi pertempuran.
"Kami tidak akan berhenti sampai setiap agresor hancur dan kami tidak akan meninggalkan titik aman, kami tidak salah mengkalkulasi dan tidak membuat kesalahan," kata Salami.
Presiden AS Donald Trump menolak mengizinkan serangan militer untuk menanggapi serangan ke Arab Saudi, Jumat (20/9). Ia mengatakan pengadilan diri lebih menunjukan kekuata' dibandingkan menggelar serangan militer. Ia juga ingin menghindari perang habis-habisan dengan Iran. Pentagon mengatakan AS akan mengerahkan pasukan dan peralatan militer tambahan ke Arab Saudi agar negara itu dapat mempertahankan diri mereka sendiri.