REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA – Di dalam model pendidikan dan pengajaran yang diterapkan di pesantren, kitab kuning menjadi fondasi keilmuan kaum santri. Di dalam kitab turats itu, para santri banyak menemukan khazanah pemikiran keislaman klasik yang masih relevan hingga saat ini.
Tidak diketahui secara pasti kapan kitab kuning menjadi satu rujukan pokok dalam pendidikan Islam. Namun, yang jelas kitab kuning sudah ada sebelum munculnya pesantren.
Dalam buku Kitab Kuning: Pesantren dan Tarekat, Martin van Bruinessen menjelaskan, kitab kuning sebagai kitab klasik berbahasa Arab telah dikenal dan dipelajari pada abad ke-16.
Argumen yang dijadikan dasar adalah dibawanya sejumlah naskah Indonesia yang berbahasa Arab, Melayu dan Jawa ke Eropa sekitar 1600 Masehi. Di Indonesia sendiri, Ta’lim al-Muta’allim merupakan salah satu kitab kuning yang diajarkan di banyak pesantren di Indonesia, termasuk di Pondok Pesantren Salafiyah Syafi’iyah Sukorejo Situbondo.
Wakil Pengasuh Pondok Pesantren Salafiyah Syafiiyah Sukorejo Situbondo, KH Afifuddin Muhajir, mengatakan kitab Ta’lim banyak diajarkan di pesantren lantaran bisa menjadi pegangan utama santri. "Ta’lim al-Muta’allim itu maknanya mengajari santri cara belajar. Jadi, Ta’lim al-Muta’allim itu lebih pada kitab pegangan santri, bukan kitab pegangan guru," ujar Kiai Afif kepada Republika.co.id, Kamis (19/9).
Selain menjadi pegangan santri, menurut Kiai Afif, ajaran dalam kitab Ta'lim al-Muta'allim juga sangat penting untuk menjadi pegangan para siswa-siswa madrasah atau sekolah . Apalagi, generasi millenial saat ini memiliki tantangan yang sangat berat kedepannya.
"Di kitab Ta’lim al-Muta’allim menawarkan dua hal sebagai syarat agar santri sukses dalam belajar, pertama adalah cita-cita yang tinggi dan kedua adalah kerajinan atau kesungguhan," ucapnya.
Dengan kesungguhan belajar yang tinggi tersebut generasi millenial tentunya akan mampu menghadapi segala tantangan yang akan dihadapinya. Namun, saat ini tidak sedikit juga para pelajar yang lancang terhadap gurunya, sehingga dalam perspektif Ta'lim al-Muta'allim ilmunya tidak akan bermanfaat.
Karena itu, menurut Kiai Afif, kitab Ta'lim al-Muta'allim juga mengajarkan santri atau siswa untuk menghormati ilmu dan gurunya. "Kitab Ta'lim juga mengajarkan bagaimana menghormati ilmu. Jadi, tekanannya adalah takzim kepada ilmu dan sebagai konsekuensi takzim kepada ilmu adalah takzim kepada orang yang punya ilmu," katanya.
Kiai Afif menjelaskan, ilmu sejatinya tidak hanya untuk dipamerkan atau didiskusikan, tapi untuk diamalkan. Karena itu, ilmu yang dituntut para santri di pesantren adalah ilmu bermanfaat yang membuat seseorang itu bisa bertambah takwa kepada Allah SWT.
“Seseorang yang melaporkan gurunya kepada kepolisian misalnya itu kan tidak takzim kepada ilmu yang diajarkan gurunya. Artinya sangat diragukan, bahkan hampir mustahil ilmu murid tersebut bisa bermanfaat,” ujarnya.