REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kualitas udara di sejumlah daerah di Sumatra dan Kalimantan masih berstatus berbahaya dan tidak sehat terutama pada wilayah yang diselimuti kabut asap akibat kebakaran hutan dan lahan (kahutla)
Data Badan Meteorologi, Klimatologi dan Geofisika (BMKG) pada Senin (23/9), menyebutkan konsentrasi PM10 atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 10 mikrometer masih tinggi di sejumlah wilayah yang terdampak kabut asap akibat karhutla. Hal itu mengakibatkan kualitas udara masih berbahaya.
Di ibu kota Sumatera Selatan, Palembang, kualitas udara berada pada status berbahaya. Dengan konsentrasi partikulat M10 mencapai 631,94 mikrogram/meter kubik. Meski demikian, konsentrasi PM2.5 atau partikel udara yang berukuran lebih kecil dari 2.5 mikrometer, masih di bawah nilai ambang batas.
Sementara, di Sampit, Kalimantan Tengah, kualitas udara juga menunjukkan status berbahaya dengan kandungan PM10 mencapai 588,78 mikrogram/meter kubik. Hal serupa juga dialami Pekanbaru, yang mana kualitas udara di wilayah itu juga berbahaya dengan kandungan PM10 mencapai 500,40 mikrogram/meterkubik.
Sedangkan, untuk kualitas udara di Jambi masih dengan kualitas tidak sehat dengan kandungan PM10, sebanyak 241,01 mikrogram/meterkubik. Sama halnya dengan Pontianak, kualitas udara juga tidak sehat dengan kandungan PM10 sebanyak 160,49 mikrogram/meterkubik.
Hasil pantauan dari sistem pemantauan satelit Terra/Aqua milik LAPAN pada Senin sebaran titik panas mendominasi wilayah Kalimantan dan Sulawesi. Titik api terbanyak didominasi Kabupaten Kapuas dengan 18 titik api. Kemudian Kabupaten Gunung Mas sebanyak enam titik api. Belum ada informasi untuk wilayah Sumatera.
Sebelumnya pada Ahad (22/9), berdasarkan data satelit penginderaan jauh dengan hasil perekaman satelit Terra/Modis menunjukkan terdeteksinya titik api di wilayah Sumatra. Selain itu, terlihat adanya asap kebakaran hutan dan lahan di Jambi, Riau, dan Sumatera Selatan.