REPUBLIKA.CO.ID, Dalam persepektif fikih Islam, air dibagi menjadi empat macam. Pertama air mutlak, kedua air musta'mal, ketiga air yang bercampur dengan benda-benda suci, keempat air yang bercampur dengan najis.
Dari empat macam itu hanya air mutlak yang suci dan menyucikan. Baik untuk hadats kecil berwudhu, maupun hadats besar (junub) dengan mandi seperti air hujan, laut, dan embun.
Menurut H Asep Usman Ismail dalam bukunya "Alquran dan Kesejahteraan Sosial”, para ulama fikih merinci bahwa yang termasuk kedalam air mutlak ini adalah air hujan, air tanah, air sungai, air danau, air laut, dan salju atau es yang keseluruhannya bersumber pada air hujan melalui siklus air.
Air mutlak yang dimaksud para ulama fikih merupakan tujuan Allah menurunkan air hujan dari langit sebagaimana tersurat pada ayat Alquran surah al-Anfal ayat 11. "Allah menurunkan air hujan dari langit kepadamu untuk menyucikan kamu dengan hujan itu.”
Salah satu upaya untuk memelihara air adalah dengan konservasi air yang diatur oleh Pasal 1 Ayat 18 UU Nomor 7 tahun 2004 tentang Sumber Daya Air. Dalam pasal tersebut disebutkan bahwa pemeliharaan sumber daya air itu adalah kegiatan untuk merawat sumber air dan prasarana sumber daya air yang ditunjukkan untuk menjamin kelestarian fungsi sumber air dan prasana prasarana sumber daya air.
Konservasi air merupakan kebutuhan yang mendesak dan menjadi tanggung jawab semua pihak baik pemerintah maupun masyarakat. Konservasi air sangat tepat untuk dilakukan seperti saat ini yang sedang terjadi kemarau panjang yang menyebabkan beberapa daerah kekeringan.
Ada tiga pilar untuk jihad melestarikan sumber daya air. Pertama pilar politik. Dalam pandangan Alquran untuk mewujudkan political action tindakan politik pemerintah yang tegas, konsisten, dan terukur dalam melaksanakan langkah-langkah pemeliharaan pemeliharaan sumber daya air perlindungan dan pelestariannya.
Yang harus dilakukan political action pertama menyadarkan masyarakat agar tidak memilih pemimpin yang membiarkan kerusakan lingkungan hidup. Kedua tidak memilih pemimpin yang tidak memiliki keberanian politik untuk memperbaiki kualitas lingkungan hidup sebagaimana diatur di dalam Undang-undang nomor 26 Tahun 2004 tentang tata ruang dan Undang-undang Nomor 7 Tahun 2004 tentang Sumber Daya Air.
Maka dari itu semua pihah mesti menyadarkan pemimpin yang sudah terpilih agar memiliki political action dan keberanian bertindak tegas untuk menghentikan kerusakan lingkungan hidup.
Karena menyadar seseorang atau pemimpin terhadap kerusakan sesuai amanah Alquran surah asy-Syu'ara ayat 151-152. "Dan janganlah kamu menaati perintah orang-orang yang melampaui batas yang membuat kerusakan di bumi dan tidak melakukan perbaikan,"