REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Presiden Joko Widodo (Jokowi) menegaskan sikapnya untuk tidak mengoreksi Undang-Undang tentang Komisi Pemberantasan Korupsi (UU KPK) yang telah disahkan sebagai revisi atas beleid yang sebelumnya berlaku. Jokowi pun menolak menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) yang disuarakan sejumlah pihak sebagai pengganti hasil revisi UU KPK inisiatif DPR.
"Enggak ada (penerbitan Perppu, Red)," ujar Jokowi singkat saat memberikan keterangan pers mengenai hasil pertemuannya dengan pimpinan DPR, Senin (23/9).
Sebelumnya, Peneliti Pusat Kajian Anti Korupsi (Pukat) Universitas Gadjah Mada (UGM) Oce Madril menilai penerbitan perppu terkait Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) dapat menjadi koreksi atas UU Undang-Undang Nomor 30 Tahun 2002 tentang KPK yang disahkan oleh DPR.
"Paling tidak perppu itu menggambarkan bahwa sebetulnya ini bentuk koreksi atas beberapa persoalan keterburu-buruan dan cacat prosedur yang dialami oleh UU KPK yang baru," ujar Oce.
Selain itu, Direktur Imparsial, Al Araf, mendesak agar Presiden Joko Widodo (Jokowi) segera menerbitkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang perppu untuk membatalkan UU KPK hasil revisi. Penerbitan perppu dimungkinkan sebab sebelumnya pernah ada preseden atas kondisi serupa.
"(Penerbitan) Perppu KPK sangat mungkin dilakukan karena pernah ada preseden hukum dimana Pemerintah pada 2014 lalu pernah menerbitkan Perppu tentang Pilkada yang membatalkan UU Pilkada yang sudah disahkan DPR karena mendapat penolakan dari masyarakat," jelas Al Araf dalam keterangan tertulisnya kepada wartawan.