REPUBLIKA.CO.ID, LONDON -- Perdana Menteri Inggris Boris Johnson mengatakan Inggris akan mempertimbangkan untuk ambil bagian dalam upaya militer yang dipimpin Amerika Serikat (AS) untuk meningkatkan pertahanan Arab Saudi. Johnson ikut menuduh Iran sebagai dalang serangan dua infrastruktur minyak Arab Saudi.
Sebelumnya Inggris menahan diri untuk menyalahkan serangan ke fasilitas milik perusahaan minyak Aramco 14 September lalu ke Iran. Kelompok Houthi yang berperang dengan koalisi Arab Saudi dan Uni Emirate Arab di Yaman.
"Jelas, jika kami diminta, entah itu oleh Arab Saudi atau Amerika, untuk ikut berperan maka kami akan mempertimbangkannya dalam cara di mana kami dapat berguna," kata Johnson sebelum berangkat ke New York untuk menghadiri Sidang Umum PBB, seperti dilansir dari Aljazirah, Senin (24/9).
AS dan Arab Saudi menolak klaim kelompok Houthi. Mereka mengatakan Iran yang bertanggung jawab atas serangan tersebut. Teheran sudah membantah tuduhan itu dengan tegas.
Pada Jumat (20/9) lalu, Pentagon mengumumkan akan mengerahkan pasukan dan peralatan militer tambahan ke Arab Saudi dan Uni Emirat Arab dengan alasan sebagai bentuk 'pencegahan'. Pejabat pemerintah AS mengatakan mungkin ada ratusan pasukan yang akan dikerahkan.
Pada bulan lalu, Inggris sudah bergabung dalam koalisi maritim di Selat Hormuz. Misi yang menurut Washinton perlu dilakukan demi mengawal kapal-kapal yang melalui perairan strategis itu. Johnson menekankan pentingnya diplomasi dalam menanggapi serangan yang meningkatkan ketegangan di kawasan Teluk. Di sisi lain, ia juga menuduh Iran yang berada di balik serangan itu.
"Inggris mengaitkan tanggung jawab dengan kemungkinan yang sangat tinggi kepada Iran," kata Johnson.
Beberapa jam sebelumnya Presiden Iran Hassan Rouhani memperingatkan negara-negara Barat untuk 'menjauh'. Ia meminta mereka untuk menyerahkan keamanan Teluk kepada negara-negara di kawasan itu yang dipimpin oleh Teheran.