REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- PT Pertamina Hulu Energi Offshore North West Java (ONWJ) berhasil menghubungkan relief well dengan sumur YYA-1 yang bocor sejak Juli lalu. Dengan demikian, penanganan kebocoran sumur YYA-1 diharapkan makin optimal.
“Dengan tercapainya ini maka relief well sudah terkoneksi dengan sumur YYA-1 dan diharapkan mematikan kebocoran minyak dan gas dari sumbernya,” ujar Direktur Hulu PT Pertamina (Persero) Dharmawan Samsu saat jumpa pers di kantor pusat Pertamina, Jakarta, Senin (23/9).
Direktur Operasi dan Produksi PT Pertamina Hulu Energi Taufik Adityawarnan mengatakan, pembuatan relief well itu berfungsi mematikan sumur YYA-1 dengan cara pengeboran dari samping. Proses tersebut dilakukan dari Rig Soehanah yang berjarak sekitar satu kilometer dari sumur YYA-1.
Taufik menuturkan, proses koneksi antarsumur itu sukses dilakukan pada Sabtu (21/9) pagi atau lebih cepat daripada estimasi yang direncanakan, yakni akhir bulan ini. Pihaknya saat ini mengupayakan proses dynamic killing dengan memompakan lumpur berat untuk melawan tekanan dalam sumur YYA-1.
Dengan cara itu, keseimbangan tekanan akan tercapai sehingga aliran minyak dan gas dari dalam sumur YYA-1 dapat dihentikan. Pada tahap selanjutnya, sumur tersebut akan ditutup secara permanen. “Kalau dihitung-hitung, pada 1 Oktober pukul 10.00 pagi insya Allah sumur sudah disemen, dikunci, sudah (ditutup) permanen,” kata Taufik.
Sebelumnya, sumur YYA-1 di Laut Jawa dilaporkan mengalami kebocoran pada 12 Juli 2019. Insiden ini menyebabkan munculnya gelembung gas dan tumpahan minyak mentah di perairan Karawang, Jawa Barat. Belakangan, sebaran minyak mentah itu meluas hingga wilayah Kepulauan Seribu, DKI Jakarta.
Pertamina tidak menutup kemungkinan anjungan relief well akan dimanfaatkan sebagai sumur produksi pada masa mendatang. Meski begitu, Dharmawan menegaskan, pihaknya saat ini masih berfokus pada upaya penutupan sumur YYA-1.
“Relief well memang ada kemungkinan dijadikan sumur produksi tapi butuh kajian lebih lanjut ke depannya supaya terhindar dari kejadian serupa seperti di sumur YYA-1,” kata Dharmawan.
Warga mengumpulkan limbah tumpahan minyak 'Oil Spill' yang tercecer milik Pertamina di Pesisir Pantai Cemarajaya, Karawang, Jawa Barat, Rabu (24/7/2019).
Jumlah volume tumpahan minyak yang berhasil dikumpulkan selama 69 hari sejak kejadian mencapai 42.034 barel fluida di laut dan sebanyak 5.747.572 karung di daratan. Angka tersebut, menurut Taufik, belum riil karena volume yang ada masih bercampur dengan air dan pasir.
Pihaknya juga belum mengetahui langkah selanjutnya terkait tumpahan minyak yang berhasil diamankan. “Maunya kita itu bisa didaur ulang, tapi yang memutuskan itu minyak atau limbah B3 itu Kementerian LHK,” ujar Taufik.
Penanganan sumur yang bocor diakui telah menghabiskan uang dalam jumlah tidak sedikit. Menurut Dharmawan, pembangunan relief well untuk menyumbat sumur YYA-1 saja telah menelan dana antara 7,5 juta hingga 10 juta dolar AS.
Selain itu, perusahaan pelat merah ini juga menggelontorkan dana kompensasi kepada warga yang terdampak tumpahan minyak. Hingga kini sebanyak 30 persen warga terdampak yang telah terverifikasi menerima kompensasi awal. Adapun besaran kompensasi yang final masih terus digodok pakar dari pihak ketiga.
“Kita sedang tunggu hasil finalisasi formula paling fair sesuai dengan tingkat yang harus kita apresiasi dari warga yang kegiatannya terganggu,” ucap Dharmawan.