REPUBLIKA.CO.ID, CIREBON --- Sebelum 1980an, banyak warga Cirebon, Majalengka dan Indramayu yang memondokan anaknya ke Ponpes Mamba'ul Hisan di Sidayu, Gresik. Rata-rata santri yang mondok di sana berusia 6-7 tahun. Seiring berjalannya waktu, para wali santri dari wilayah Cirebon, Majalengka dan Indramayu itu bermusyawarah dan mendorong ulama di Cirebon dapat mendirikan pesantren yang fokus pada anak usia dini.
“Ada gagasan wali santri yang pada intinya bagaimana kalau di Cirebon didirikan pesantren kanak-kanak. Kemudian sepakat dan matur pada pukul Mamba'ul Ulum yaitu Kiai Muhammad Sofwan, beliau pun menyetujui,” kata pimpinan Pondok Pesantren Tarbiyatul Banin Cirebon, KH Abdul Mujib saat berbincang dengan Republika,co.id pada Selasa (24/9).
Masyarakat pun mendorong KH Nashiruddin Shiddiq agar dapat merealisasikan pesantren bagi anak usia dini di Cirebon. Atas dorongan dari masyarakat dan setelah bermusyawarah dengan sejumlah ulama di Cirebon, Kiai Nashiruddin pun mulai mendirikan pesantren bagi anak usia dini di Kelurahan Kaliwadas, Kecamatan Sumber, Cirebon yakni pada tahun 1989.
Kendati demikian, menurut Kiai Abdul Mujib pada awal berdirinya para santri yang mengaji hanya sekitar 15 santri saja. Para santrinya pun merupakan santri yatim piatu dan berasal dari keluarga dhuafa. Kala itu, Kiai Nashiruddin masih mendidik santri-santrinya di rumahnya sendiri. Seiring berjalannya waktu, Kiai Nashiruddin pun memperoleh wakaf tanah agar bisa mengembangkan pesantren yang kemudian diberi nama Pesantren Tarbiyah Banin.
“Maka didirikanlah pesantren, kemudian tak hanya anak yatim piatu saja tapi juga berkembang pada masyarakat sekitar yang ingin mengaji,” katanya.
Kini, Pesantren Tarbiyatul Banin pun telah berkembang pesat. Total santrinya mencapai 1300 santri. Pesantren juga mendirikan lembaga formal mulai yakni Taman Kanak-kanak, Tsanawiyah (1997), SD (1999), Aliyah (2000), dan Akademi Analis Kesehatan (2003), serta Sekolah Tinggi Ilmu Kesehatan (2014). Menariknya, Kiai Nashiruddin mampu memajukan pesantren yang dirintisnya dari hasil ia berbisnis tebu.
Kala itu, Kiai Nashiruddin memulai bisnis tebu dengan menyewa lahan Bain dari warga maupun pemerintah. Lamanya laun, usahanya itu pun mengalami peningkatan. Dari situlah, Kiai Nashiruddin mampu mengembangkan Pesantren Tarbiyatul Banin. Menurut Kiai Mujib, hal itu dilakukan Kiai Nashiruddin agar pesantrenya dapat mandiri.
“Beliau mempunyai satu ini, ingin mendirikan pesantren yang tidak meminta bantuan, akhirnya terwujud sampai sekaran,” katanya.