REPUBLIKA.CO.ID, CIANJUR -- Pengadilan Agama Cianjur, Jawa Barat mencatat angka pernikahan usia anak di wilayah tersebut masih cukup tinggi. Setiap tahun permohonan dispensasi nikah mencapai belasan hingga puluhan perkara.
"Mayoritas pengantin perempuan yang masih berada di bawah usia pernikahan. Permohonan dispensasi nikah 2016 ada 12 permohonan dengan jumlah yang dikabulkan sebanyak delapan perkara," kata Humas Pengadilan Agama Cianjur, Asep, Selasa (24/9).
Ia menjelaskan, pada 2017 tercatat ada 26 perkara dispensasi dengan jumlah yang dikabulkan mencapai 26 perkara. Sedangkan pada 2018 angkanya kembali naik hingga 33 perkara dengan total yang dikabulkan sekitar 30 perkara.
"Tahun ini selama periode Januari hingga Agustus sudah ada 17 permohonan dispensasi menikah untuk pasangan yang memang masuk kategori di bawah umur. Kemungkinan hingga akhir tahun akan terus bertambah," katanya.
Sebagian besar pemohonan dispensasi nikah untuk usia anak didasari pada kekhawatiran orang tua terhadap anaknya karena kondisi pergaulan bebas yang marak terjadi. Bahkan ada satu atau dua perkara permohonan karena sudah hamil.
"Kalau yang hamil duluan jumlahnya sedikit, sedangkan 60 persen pemohonan dispensasi tersebut karena usia calon pengantin perempuannya di bawah umur," katanya.
Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1/1974 tentang Perkawinan, tepatnya Pasal 7, disebutkan perkawinan hanya diizinkan jika pria sudah mencapai umur 19 tahun dan wanita sudah mencapai umur 16 tahun. "Saat ini muncul revisi Undang-undang Pernikahan 16 September 2019 sudah ketuk palu DPR dan tinggal menunggu pengesahan Presiden dengan jangka waktu paling lama 30 hari setelah penetapan," katanya.
Dalam pasal 7 di Undang-undang pernikahan yang baru dilakukan perubahan untuk usia pernikahan pihak wanita menjadi 19 tahun atau sama dengan usia pernikahan laki-laki. "Kalau undang-undang tersebut disahkan dalam waktu dekat, kemungkinan permohonan dispensasi nikah akan bertambah karena perempuan yang usia 18 tahun atau kurang satu bulan dari 19 tahun masih kategori di bawah umur," katanya.
Peningkatan yang tidak signifikan dikarenakan kesadaran masyarakat untuk tidak menikahkan anak pada usia yang belum cukup sudah meningkat. Tetapi perlu dilakukan edukasi dan sosialisasi jika nantinya sudah disahkan regulasi yang baru, katanya.
Dinas Pengendalian Penduduk Keluarga Berencana Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DPPKBP3A) Cianjur, mencatat pernikahan usia subur pada 2019 mencapai 545.179 pasangan. "Angka tersebut 354.042 orang atau 77 persen perempuan berada di usia di bawah 21 tahun. Mayoritas pasangan usia produktif," kata Sekretaris DPPKBP3A Cianjur, Saepul Anwar.
Ia menjelaskan, angka pernikahan usia produktif 21 tahun ke bawah sudah mengalami penurunan karena kesadaran warga tidak menikahkan anak saat usia dini mulai berkurang. "Dinas akan terus berusaha menekan angka pernikahan usia anak di Cianjur dengan sejumlah program Komunikasi, Informasi dan Edukasi, penyuluhan di sekolah, pembentukan pusat informasi kesehatan remaja/mahasiswa," katanya.