REPUBLIKA.CO.ID, BANYUWANGI -- Gunung Ijen, Jawa Timur selalu memikat pembalap lokal, maupun internasional. Tanjakan-tanjakan terjalnya membuat pembalap menderita, sekaligus ketagihan. Tak heran, saban tahun ratusan pembalap dari berbagai penjuru dunia datang ke Banyuwangi. Mereka berlomba untuk menjadi penakluk Gunung Ijen.
Tour de Banyuwangi Ijen (TdBI) telah memasuki tahun ke-delapan. Pada 2019 ini, ajang balap sepeda grade 2.2 tersebut dilangsungkan 25-28 September. Para pembalap dunia akan kembali ditantang untuk menaklukkan rute-rute sulit di kota berjuluk Sunrise of Java itu.
TdBI merupakan salah satu ajang balap sepeda terbaik di Indonesia. Rutenya komplet. Banyuwangi memiliki medan flat nan mulus yang memanjakan para sprinter. Pembalap dengan tipikal climber pun tak perlu khawatir. Sebab Banyuwangi diberkahi banyak tanjakan yang sangat menantang adrenalin.
Para peserta TdBI tahun ini kembali ditantang untuk menaklukkan rute ‘horor’ menuju Paltuding, Gunung Ijen yang memiliki ketinggian 1.880 mdpl. Tanjakan menuju Paltuding, menurut Persatuan Balap sepeda Internasional (UCI), termasuk dalam tipe hors categorie (HC), atau yang paling berat. Inilah magnet utama yang membikin para pembalap internasional berbondong-bondong ke Banyuwangi.
Seperti halnya tahun sebelumnya, TdBI 2019 akan dilaksanakan dalam empat etape. Total rutenya sepanjang 520,6 kilometer. Pada stage pertama, pembalap akan menempuh lintasan sejauh 133,2 kilometer dari RTH Maron menuju kantor Pemkab Banyuwangi. Etape kedua menyusuri rute lebih jauh. Sepanjang 148,2 kilometer. Etape ini akan start dari Pantai Pancur di kawasan Taman Nasional Alas Purwo, dan finish di depan kantor Pemkab Banyuwangi.
Pada etape ketiga, pembalap akan melakukan circuit race sejauh 109,3 KM. Mereka akan memutari Kota Banyuwangi sebanyak 12 kali. Etape keempat menyuguhkan rute sejauh 129,9 kilometer. Etape ini akan start dari pasar Purwoharjo, dan berakhir di Gunung Ijen. Pada stage inilah pemenang TdBI 2019 akan ditentukan.
“Meskipun ada pebalap yang menang di etape pertama hingga ketiga, belum tentu menjadi juara. Sebab tantangan sebenarnya akan ada di etape terakhir. Para raja tanjakan biasanya lebih dominan,” kata Chairman TdBI Guntur Priambodo, dalam siaran pers.
Sejak digelar pada 2012 lalu, hanya Peter Pouly yang memiliki dua gelar juara di TdBI. Yakni tahun 2014, dan 2015. Pouly sebenarnya menjuarai ITdBI 2016. Akan tetapi, gelarnya dicopot karena ia terbukti melanggar regulasi tentang bobot minimal sepeda. Mahkota TdBI 2016 pun diberikan kepada Jai Crawford.
Pada tahun ini, tim-tim terbaik di Asia dan Eropa kembali datang ke Banyuwangi untuk mengikuti TdBI 2019. Mereka membawa serdadu, serta amunisi terbaiknya. Sang juara bertahan, Benjamin Dyball hadir dengan bendera baru, yakni Team Sapura Cycling. Pembalap asal Australia ini datang ke Banyuwangi dengan sederet prestasi mengesankan.
Ia adalah juara Le Tour de Langkawi 2019. Dyball juga menempati posisi ketiga di Tour of Qinghai Lake, Juli lalu. Pembalap yang bergabung di KINAN Cycling Team, Thomas Lebas juga layak dipergitungkan. Rider asal Spanyol ini adalah juara Tour de Indonesia 2019. Selain itu, Lebas juga berhasil menempati posisi ketiga di The Princess Maha Chakri Sirindhorn's Cup, April lalu.
Tim asal Iran, Foolad Mobarakeh Sepahan datang dengan amunisi baru, Mohammad Ganjkhanlou. Ganjkhanlou masih berusia 22 tahun. Ia menempati posisi kedua di klasemen akhir Tour de Siak 2019. Ganjkhanlou juga tercatat sebagai juara Asian Cycling Championships U23-Road Race di Iran, dan Uzbekistan
“Persaingan tahun ini amat menarik. Ada pembalap yang sudah berpengalaman di Ijen seperti Dyballa atau Lebas. Ada muka baru seperti Ganjkhanlou dari Iran. Seperti yang umum di masyarakat, pembalap Iran sangat tangguh di tanjakan. Jadi, balapan tahun ini benar-benar unpredictable,” kata Guntur.