REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Kementerian Keuangan (Kemenkeu) mencatat, realisasi defisit Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) hingga 31 Agustus 2019 mencapai Rp 199,1 triliun atau 1,24 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Angka tersebut meningkat dibanding dengan realisasi periode yang sama pada tahun lalu, yakni Rp 150,5 triliun atau 1,02 persen terhadap PDB tahun lalu.
Besaran defisit tersebut didapat berdasarkan capaian pendapatan negara hingga akhir Juli 2019 mencapai Rp 1.189 triliun atau 54,9 persen dari target APBN 2019. Sementara itu, belanja negara terserap Rp 1.388 triliun, sekitar 56,4 persen dari pagu APBN 2019.
Baik pendapatan ataupun belanja negara sama-sama mengalami pertumbuhan dibanding dengan periode yang sama pada tahun lalu. Tapi, pertumbuhan belanja lebih besar, yakni 6,5 persen. Sedangkan, pendapatan tumbuh 3,2 persen dibanding dengan tahun lalu.
Menteri Keuangan Sri Mulyani mengatakan, lingkungan global belum berubah dari kondisi perlambatan pertumbuhan dan ketidakpastian. "Malah, tren tersebut menunjukkan konsistensi sampai akhir Agustus 2019," ujarnya dalam konferensi pers mengenai kinerja APBN di Gedung Direktorat Jenderal Pajak, Jakarta, Selasa (24/9).
Sri mengatakan, tren perlambatan juga terkonfirmasi apabila dilihat dari harga komoditas yang mengalami perlemahan. Khususnya batu bara yang mengalami tekanan dan jugar harga komoditas lain seperti pertambangan dan minyak.
Dampak ekonomi global terhadap ekonomi Indonesia terlihat dari tiga komponen pendapatan negara. Pertama, pertumbuhan Penerimaan Negara Bukan Pajak (PNBP) yang melambat. Pada periode Januari sampai Agustus 2019, pertumbuhannya adalah 11,6 persen. Sedangkan, periode yang sama pada tahun lalu pertumbuhannya dapat mencapai 24,3 persen.