REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Lebih baik mati saat berjuang atas nama Islam di Jawa, dari pada mati di Makkah tanpa berjuang atas nama Islam. Kata-kata itu disampaikan Syekh Ahmad Surkati saat menerima tawaran pergi ke Batavia untuk berdakwah dan mengajar.
Ulama yang lahir di Sudan pada 1875 itu sebenarnya sudah kerap mendengar kabar bahwa pemerintah kolonial suka menindas orang-orang Muslim, baik dari Arab mau pun pribumi. Tapi, keinginan dan tekadnya sudah bulat untuk berj uang memajukan Islam di Tanah Jawa yang pada saat itu berada di bawah kekuasaan Pemerintahan Hindia Belanda.
Pada 1911 Syekh Surkati tiba di Batavia. Kedatangannya disambut gembira oleh tokoh-tokoh Islam di Ba tavia. Tak lama kemudian, dia mulai mengajar di lembaga pendidikan Islam bernama Jamiat Kheir.
Kemudian, mendirikan Madrasah Al-Irsyad Al-Islamiyyah pertama di Batavia pada 6 September 1914. Bersamaan dengan itu, mendirikan organisasi Jam'iyat al-Islah wa Al- Irsyad al-Arabiyah yang sekarang dikenal dengan nama Al-Irsyad Al- Islamiyah.
Seiring bertambah banyaknya madrasah atau sekolah Al-Irsyad Al-Islamiyah, perjuangan Syekh Surkati memajukan Islam dan men cerdaskan umat terus berlanjut me lalui gerakan pendidikan dan Pan Islamisme yang dibawanya. Mufti dari Makkah ini selalu berpesan kepada murid-murid dan jamaah nya supaya mau berusaha keluar dari penjajahan.
Wakil Ketua Pusat Dokumen ta si dan Kajian Al-Irsyad Al-Islami yah, Ustaz Zeyd Ammar men ce ri takan ketulusan Syekh Surkati ber juang di Tanah Jawa. Syekh Surkati telah menjabat sebagai mufti di Makkah. Kedudukan yang tidak mu dah didapat itu rela diting gal kan nya demi berjuang di Pulau Jawa.
"Syekh Ahmad Surkati satusatunya orang yang bukan orang Arab Saudi yang menjadi mufti, dia sudah tahu keadaan Indonesia saat itu lebih terbelakang daripada Makkah, Indonesia masih terjajah, miskin, dan banyak penganut mis tisisme, tapi beliau mau datang ke Indonesia untuk berjuang," kata Ustaz Zeyd saat diwawancarai Republika,belum lama ini.