Rabu 25 Sep 2019 16:59 WIB

Pakar: Ada Pelemahan Terstruktur Terhadap Aksi Mahasiswa

Mahasiswa hadapi pembusukan sistematis untuk melemahkan gerakan mahasiswa

Rep: Dian Erika Nugraheny/ Red: Esthi Maharani
 Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani
Foto: Republika/ Yasin Habibi
Direktur Riset Setara Institute Ismail Hasani

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA-- Direktur Setara Institute, Ismail Hasani, mengatakan ada pelemahan secara terstruktur terhadap gerakan aksi massa mahasiswa yang menolak UU KPK dan RKUHP. Pihaknya mendorong Presiden Joko Widodo (Jokowi) dan pemerintah untuk mendengarkan aspirasi dari mahasiswa.

Menurut Ismail, gelombang gerakan mahasiswa di beberapa daerah dalam satu pekan terakhir yang memprotes sejumlah Rancangan Undang-undang (RUU) kontroversial, disikapi secara dingin oleh elemen negara. Presiden Jokowi dan DPR memang telah bersepakat menunda pengesahan empat RUU yang diprotes mahasiswa dan elemen masyarakat sipil lainnya.

Tetapi aspirasi lain yang disuarakan mahasiswa seperti tuntutan penerbitan Perppu yang menganulir UU KPK hasil revisi dan juga penyikapan serius atas masalah kebakaran hutan dan kekerasan di Papua belum memperoleh respons progresif dari presiden.

"Selain belum memenuhi seluruh aspirasi publik, khususnya terkait Perppu KPK, gerakan moral mahasiswa saat ini menghadapi pembusukan sistematis yang ditujukan untuk melemahkan gerakan mahasiswa. Labeling gerakan mahasiswa disusupi kelompok radikal adalah pengkerdilan gerakan moral mahasiswa yang bergerak berdasarkan mandat etiknya sebagai agent of social change," ujar Ismail dalam keterangan tertulis yang diterima Republika, Rabu (25/9).

Pembusukan yang dilakukan oleh kelompok tertentu ini, kata dia, merupakan bentuk pengkhianatan demokrasi yang salah satu menu utamanya adalah adanya kontrol publik. Soal cara mengontrol negara, tentu berbeda-beda antara satu lapisan masyarakat dengan masyarakat lainnya.

Ismail melanjutkan, demonstrasi adalah cara paling populer yang mendapat tempat dalam demokrasi. "Penyikapan represif aparat kepolisian terhadap demonstran pada Selasa (24/5) selalu berujung pada pembelaan bahwa aparat juga memiliki batas kesabaran dan berhak melakukan pembelaan diri. Tuntutan mahasiswa untuk berdialog dengan pimpinan DPR misalnya, adalah hal wajar. Tetapi DPR bergeming yang menimbulkan kekecewaan para demonstran," ungkapnya. 

Padahal, jika DPR mau berdialog dengan mahasiswa, aksi anarkis oknum tertentu yang diduga membonceng mahasiswa tidak akan terjadi. Karena itu, Setara Institute mendorong  Presiden Jokowi kembali mendengar dan mengambil sikap atas tuntutan mahasiswa.

"Kususnya terkait tuntutan penerbitan Perppu KPK, penanganan kebakaran hutan, dan penanganan Papua, termasuk memastikan agenda-agenda reformasi benar-benar tidak dikorupsi dengan legislasi yang koruptif, karena mengikis dan melemahkan agenda reformasi," tegasnya. 

Kemudian, mereka juga meminta Kapolri untuk melakukan investigasi atas peristiwa kekerasan yang dilakukan oleh aparat termasuk memberikan sanksi tegas bagi pelaku kekerasan. Kapolri diminta angkat bicara dan mengevaluasi penanganan demonstrasi mahasiswa dan masyarakat.

"Permintaan maaf Kapolda Sulsel yang melakukan pengejaran demonstran hingga memasuki masjid, bisa menjadi contoh empati dan dukungan institusi Polri dalam menjaga demokrasi," tutur Ismail.

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement