REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Pemerintah sepakat untuk menjadikan garam sebagai salah satu komoditas barang kebutuhan penting. Kebijakan tersebut siap dilakukan lewat revisi Peraturan Presiden Nomor 71 Tahun 2015 tentang Penetapan dan Penyimpanan Barang Kebutuhan Pokok dan Barang Penting. Ditetapkannya garam sebagai barang pokok agar pemerintah dapat mengatur harga acuan garam.
Direktur Jenderal Perdagangan Dalam Negeri, Kementerian Perdagangan, Suhanto, mengatakan, pihaknya telah mengajukan izin prakarsa kepada Presiden Joko Widodo atas usulan Perpres 71 Tahun 2015. Permohonan izin prakarsa itu telah disampaikan kepada presiden melalui surat Menteri Perdagangan Nomor 800/M-DAG/SD/8/2019 tertanggal 13 Agustus 2019.
"Apabila disetujui, proses lebih lanjut adalah rapat antar kementerian terkait bersama Sekretariat Negara untuk perubahan perpres," kata Suhanto saat dihubungi Republika.co.id, Rabu (25/9).
Lebih lanjut, Suhanto, mengatakan, jika revisi Perpres rampung, langkah berikutnya menetapkan harga acuan garam, baik di tingkat petambak maupun di tingkat konsumen. Besaran harga garam harus disepakati bersama lintas kementerian lewat rapat koordinasi terbatas atau rakortas.
"Harga acuan garam akan dituangkan dalam Peraturan Menteri Perdagangan. Jadi kita tunggu revisi perpres," ujarnya menambahkan.
Secara terpisah, Pelaksana Tugas Asisten Deputi Peternakan dan Perikanan, Kementerian Koordinator Perekonomian, Toni Nainggolan, mengatakan, draft revisi Perpres sudah masuk di Sekretariat Kabinet. Toni menuturkan, dahulu garam telah menjadi bagian dari kelompok bahan pokok namun dikeluarkan.
Setelah melihat fluktuasi harga garam yang signifikan dan merugikan para petambak, pemerintah satu suara untuk kembali menjadikan garam menjadi barang pokok. Harga acuan garam akan disebut sebagai Harga Pembelian Pemerintah (HPP) dan dikhususnya untuk garam kualitas I. HPP garam kualitas I ditujukan sebagai acuan bagi industri pengolahan yang menjadikan garam sebagai bahan baku.
"HPP ini utamanya untuk yang kualitas I dan untuk industri. Kalau untuk konsumsi, rasanya tidak perlu (pakai HPP)," ujarnya.
Hanya saja, Toni belum dapat menyampaikan rentang HPP garam yang tengah dikaji pemerintah. Menurut dia, selain mengatur harga acuan, pemerintah sekaligus menetapkan kriteria kualitas garam. Salah satunya tingkat kandungan natrium klorida (NaCl) minimal 94 persen. Penetapan HPP garam turut melibatkan Kementerian Koordinator Kemaritiman.
"Kita maunya segera karena kalau tidak ditetapkan ini akan terus gonjang-ganjing. Apalagi sedang panen raya dan harga terus turun," ujar dia. Sebagai informasi, rata-rata harga garam rakyat di tingkat petambak saat ini masih berkisar Rp 500 per kilogram. Harga tersebut jauh di bawah biaya produksi sekitar Rp 900 per kilogram
Setelah HPP garam disepakati, Toni meminta Kementerian Kelautan dan Perikanan dan Kementerian Perindustrian untuk saling berkomunikasi dengan baik dalam pertukaran data negara garam. KKP diminta lebih serius membenahi komoditas garam dalam negeri, Kemenperin dan industri harus siap menampung garam dengan kriteria yang ditentukan.