REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Bank Indonesia (BI) mendorong pengembangan Surat Berharga Komersial (SBK) sebagai alternatif pembiayaan jangka pendek bagi korporasi. Deputi Gubernur Senior BI, Destry Damayanti, kehadiran SBK bertujuan untuk meningkatkan variasi instrumen pasar uang yang diyakini dapat mempercepat pendalaman pasar keuangan.
"Kita kekurangan referensi untuk instrumen jangka pendek yang jangka waktunya di bawah 1 tahun, kalau di atas 1 tahun pemerintah sudah ruitn mengeluarkan SBN (Surat Berharga Negara)," kata Destry di gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Rabu (25/9).
Pada dasarnya, menurut Destry, SBK bukanlah instrumen baru bagi Indonesia. Sebelumnya pada 1997 hingga awal 2000, sudah banyak korporasi yang menerbitkan SBK. Namun, keberadaan instrumen ini tidak bertahan lama lantaran ada beberapa aturan yang dianggap bermasalah.
Kali ini, Destry mengklaim, BI telah menyempurnakan pengaturan SBK sehingga instrumen ini aman untuk dimiliki investor. Beberapa penyempurnaan pengaturan tersebut diantaranya terkait perbaikan tata kelola hingga pengaturan keterbukaan informasi untuk meningkagkan perlindungan terhadap investor.
Menurut Destry, saat ini adalah momentum yang tepat bagi korporasi untuk menerbitkan SBK sebagai alternatif sumber pembiayaan. Hal tersebut lantaran adanya dampak pelonggaran moneter yang masih berlanjut. Di sisi lain, yield obligasi baik SBN maupun korporasi AAA berwda dalam tren menurun.
Sementara itu, Direktur Utama PT Danareksa Sekuritas Boumediene Sihombing, mengatakan SBK memilki sejumlah keunggulan dibandingkan instrumen lainnya. Diantaranya, SBK memiliki jatuh tempo yang pendek. Dengan jatuh tempo kurang dari 1 tahun, SBK akan sempurna sebagai bridging financing berbunga rendah bagi penerbit.
"Selain itu, SBK sebagai fasilitas investasi di Pasar Uang dengan imbal hasil yang lebih konpetitif selain dari perbankan serta tanpa kewajiban agunan," ujar Boumediene.
Dari sisi proses penerbitan, SBK termasuk salah satu yang tercepat dibandingkan instrumen utang lainnya. Tidak hanya itu, SBK juga termasuk yang palinh rendah dalam biaya penerbitan.
Namun, menurut Boumediene, instrumen ini tetap memiliki risiko yang perlu diperhatikan. Seperti instrumen lainnya, risiko investasi SBK antara lain tidak likuidnya pasar SBK dan risiko yang terjadi karena perubahan harga SBK di pasar.
Direktur PT Sarana Multigriya Finansial (Persero), Heliantopo, menilai SBK merupakan instrumen yang menarik dan sangat bermanfaat. Menurutnya, instrumen ini cocok bagi SMF yang menggunakan mekanisme penerbitan surat utang untuk penyaluran pinjaman KPR.
Heliantopo mengatakan, pada dasarnya sumber dana utama bagi SMF adalah dana jangka panjang dalam bentuk obligasi. Namun, obligasi dinilai kurang begitu efektif ketika perusahaan membutuhkan dana dalam waktu cepat.
"Proses penerbitannya (obligasi) membutuhkan waktu dan timing yang tepat. Untuk itu, kami membutuhkan bridging dana jangka pendek. Kami tentunya terbantu dengan SBK ini," tutur Heliantopo.
Heliantopo pun berharap SBK dapat menjadi instrumen yang bisa digunakan oleh SBK secara reguler. Dia pun mengungkapkan, dalam waktu dekat SMF akan menerbitkan SBK senilai Rp 200 miliar dengan jangka waktu 12 bulan.
SMF sendiri hingga saat ini sudah menerbitkan surat utang sebesar Rp 33,93 triliun, dengan rincian obligasi dan sukuk sebesar Rp 30 triliun dan MTN Rp 3,93 triliun. Sedangkan penyalurannya, SMF sudah mengalirkan dana dari pasar modal ke penyalur KPR sebanyak Rp 52 triliun.