REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Tata Tertib Dewan Perwakilan Daerah (DPD) yang baru akhirnya memasukan daerah pemekaran baru Kalimantan Utara (Kaltara) dalam salah satu poin pengaturannya. Masuknya Kaltara ini pun mendapat reaksi positif dari anggota DPD.
Anggota DPD RI Daerah Pemilihan (Dapil) DKI Jakarta, Sylviana Murni mengapresiasi tata tertib yang baru disahkan oleh Badan Kehormatan DPD RI itu. Terutama soal poin masuknya provinsi hasil pemekaran seperti Kalimantan Utara (Utara). "Dengan masuknya Kaltara, ini menurut saya bagus banget, karena mengakomodir kepentingan daerah dan kepentingan NKRI," ujar Sylviana Murni dalam keterangan Rabu (25/9).
Menurut Sylviana, Tatib tersebut juga mengakomodir Anggota DPD dari unsur perempuan. "Karena saya kan mewakili kaum perempuan juga. Kalau ada keterwakilan perempuan pasti akan saya dukung. Intinya, jika lebih baik dari yang sebelumnya saya pasti dukung, tapi sekali lagi, saya akan pelajari dulu," kata dia.
Ketua Badan Kehormatan (BK) Dewan Perwakilan Daerah (DPD), Mervin S Komber menegaskan, pengesahan tatib DPD bertujuan untuk menghindari terjadinya 'keresahan' di kalangan Senator lantaran belum terakomodirnya Kalimantan Utara (Kaltara) dalam tatib.
"Jika tatib baru tidak disahkan, empat orang senator dari Kaltara kehilangan haknya. Mereka dilantik, tapi tidak memiliki hak memilih dan dipilih sebagai calon pimpinan DPD maupun alat kelengkapan lainnya," kata Mervin.
Melanjutkan keterangannya, Mervin mengatakan, para senator asal Kaltara harusnya berterimakasih dan mensyukuri pengesahan tatib tersebut. Selain mensejajarkan posisi politik Kalatara dengan provinsi lain, tatib tersebut juga membuka ruang bagi senator Kaltara untuk mendapatkan hak-hak lainnya.
"Kalau kami tidak sahkan tatib baru, Kaltara kelihangan hak administratif dan politiknya. Sebab, dalam tatib yang lama jumlah anggota DPD berasal dari 33 provinsi, belum memasukan Kaltara sebagai provinsi baru. Kok mereka malah bilang resah," sesal Mervin.
Senator asal Papua ini juga menjelaskan, tatib baru DPD juga menambah dan menyempurnakan hak-hak daerah khusus di Indonesia. Tata tertib baru juga menyempurnakan kode etik. Masuknya sejumlah pasal dari kode etik kedalam tatib baru merupakan keputusan pleno BK.
Mervin menjelaskan, aturan tentang orang yang sedang dalam status tersangka dan sudah dijatuhi sanksi BK tak bisa jadi pimpinan DPD, bukan untuk mengganjal calon tertentu. Aturan itu diadopsi dari kode etik, disepakati dalam pleno BK, kemudian disahkan dalam paripurna DPD.
"Jika aturan itu dianggap bermasalah, dimana letak masalahnya? Seseorang yang sudah diberhentikan BK, disangksi karena banyak bolos, terus diberi hak untuk jadi pimpinan, buat apa ada sanksi? Nanti para senator jadi malas, banyak bolos, alasanya berkaca pada pimpinan, itu yang kita mau?" ujar senator asal Papua ini.